Hediyana: Pengaturan Jadwal Lebih Merepotkan

TANGGAPAN: Ketua Dewan Pendidikan Kota Cirebon, Hediyana Yusuf menanggapi kebijakan Kemendikbudristek yang menghapus jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA sebagai bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka.-ADE AGUSTINA-RADAR CIREBON

Jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di Sekolah Menengah Atas (SMA) akan dihapus mulai tahun ajaran 2024/2025.

Pakar Pendidikan dari Cirebon, Hediyana Yusuf, mengatakan bahwa pengaturan jadwal akan menjadi lebih rumit.

”Pengaturan jadwal akan menjadi lebih rumit. Perlu dilakukan perpindahan kelas seperti di perguruan tinggi, di mana siswa bisa keluar dari kelas untuk mengikuti mata pelajaran sesuai minatnya,” tutur Ketua Dewan Pendidikan Kota Cirebon, Hediyana Yusuf, kepada Radar Cirebon, Minggu (21/7) lalu.

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menghapus jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA sebagai bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka yang menjadi kurikulum nasional.

Hediyana menyampaikan bahwa penghapusan jurusan di SMA memiliki sisi positif dan negatif.

”Penghapusan ini baik dalam menghilangkan dikotomi atau klasifikasi bahwa jurusan IPA adalah untuk siswa pintar, sementara IPS dan Bahasa untuk siswa kurang pintar,” jelasnya.

Menurutnya, siswa jurusan IPA cenderung bisa memilih program studi yang lebih beragam di perguruan tinggi seperti Fakultas Kedokteran, Kimia, dan Fisika. Sementara siswa jurusan IPS dan Bahasa memiliki pilihan yang lebih terbatas.

Hediyana juga mempertimbangkan implementasi di sekolah yang mungkin akan sulit dilaksanakan karena membutuhkan ruang kelas dan jumlah guru yang memadai untuk mengakomodasi minat belajar siswa di kelas XI dan XII.

”Sekolah dengan jumlah siswa sedikit dan keterbatasan guru akan menghadapi kesulitan. Ini juga akan bertentangan dengan program sekolah menengah kejuruan (SMK) yang sudah memiliki jurusan tertentu sejak PPDB,” imbuhnya.

Masih banyak siswa dan orang tua yang merasa belum familiar dengan kebijakan ini. ”Ini membuat orang tua kebingungan dan sekolah semakin bingung karena segalanya terbatas,” tambah Hediyana.

Ia berharap keputusan penghapusan jurusan di SMA ditinjau lebih serius oleh para pakar pendidikan. ”Harus ada kajian yang lebih komprehensif, jangan hanya mengikuti arahan dari Nadiem tanpa pertimbangan matang,” ujarnya.

Hediyana juga menyarankan agar kebijakan ini ditunda hingga pemerintahan baru seperti Prabowo-Gibran. 

”Karena ada risiko perubahan kebijakan dengan pergantian pemerintahan, yang menjadi kebiasaan buruk di Indonesia. Kebijakan pendidikan ini harus diperhitungkan dengan baik oleh para ahli pendidikan,” pungkasnya. (ade)

Tag
Share