Etika Berbicara

Ilustrasi etika berbicara-istimewa-

Oleh: Imam Nur Suharno*

TIDAK sedikit orang yang latah berbicara termasuk di ruang publik, baik secara lisan maupun tulisan. Ketika pembicaraannya atau tulisannya menjadi polemik di tengah masyarakat dengan mudahnya seseorang meminta maaf dengan alasan keseleo lidah atau tidak ada niat untuk mengatakan atau menulis hal itu.

Kemampuan menjaga lisan dan tangan menjadi indikator kebaikan seseorang. Dalam hadis riwayat Muslim, “Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Siapakah orang muslim yang paling baik? Beliau menjawab, “Seseorang yang orang-orang muslim yang lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya.”

Hati-hati berbicara atau menulis, apalagi di ruang publik. Ada ungkapan, lidah lebih tajam daripada pedang, karena korban yang diakibatkan dari keseleo lidah bisa lebih sakit dan berbahaya dibanding tajamnya pedang. 

BACA JUGA:RMA Attaqwa Gelar Supercamp VII Dihadiri Kepala BI dan Pj Sekda

Terkait bicara di ruang publik, Islam telah mengajarkan untuk menata ucapan atau diamnya, sehingga dapat meraih manfaat dari pembicaraan yang diucapkan, dan meraih kesalamatan dari sikap diam yang diambil (HR Abu Syaikh). Banyak hal yang menyebabkan seseorang masuk neraka karena lisan dan kemaluan (HR Tirmidzi).

Kekuatan mengendalikan lisan dikaitkan dengan keimanan kepada Allah dan hari akhir (HR Muslim). Keharusan menjaga lisan tidak sebatas menjaga hubungan baik dengan sesama. Keharusan menjaga lisan merupakan unsur ibadah dan akidah.

Oleh karena itu, Islam memberikan tuntunan mengenai berbicara, baik secara lisan maupun tulisan di ruang publik agar terhindar dari hal yang tidak diinginkan, seperti kegaduhan dan fitnah. 

Pertama, tidak banyak bicara. Sehingga seseorang terhindar dari keburukan yang diakibatkan dari ketidakmampuan mengendalikan lisan maupun tulisan. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang diam pasti selamat.” (HR Tirmidzi). 

BACA JUGA:Sering Bohong dan Sulit Dikendalikan

Kedua, mengendalikan lisan dari perkataan yang tidak bermanfaat. Dengan banyak bicara seseorang akan terlihat kemampuannya karena terbuka aslinya. Sabda Nabi SAW, “Barangsiapa yang menahan lisannya pasti Allah menutupi auratnya.” (HR Ibnu Dunya). 

Ketiga, berkata yang baik. Kemampuan seseorang dalam berkata yang baik menunjukkan kualitas iman. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berkata yang baik atau (kalau tidak bisa) maka hendaknya ia diam.” (HR Muslim). 

Keempat, takut kepada Allah. Ciri orang yang takut kepada Allah tampak dari kemampuannya dalam menjaga lisan. Sesungguhnya Allah ada di sisi setiap orang yang berkata, hendaklah takut kepada-Nya, Allah Mengetahui apa yang diucapkan. Setiap ucapan yang keluar dari lidah akan dicatat dan dimintai pertanggungjawaban. 

Allah SWT berfirman, “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS Qaf [50]:18). DR Musthafa Dieb Al-Bugha dalam kitabnya Al-Wafi Fi Syarhil Arba’in An-Nawawiyah, menambahkan etika dalam bermuamalah (berbicara) dengan sesamanya, termasuk berbicara di ruang publik yang jangkauannya lebih luas. 

Tag
Share