Pilkada dan Korupsi
ilustrasi--
BACA JUGA:Masuk Sidang Praperadilan: Menguji Status Tersangka Pegi dalam Kasus Vina dan Eky
Para calon memerlukan dukungan partai. Ini mutlak. Tanpa dukungan partai mana mungkin bisa maju? Calon independen belum ada contoh yang berhasil. Maka “sopan-santun” dan “adat istiadat” terhadap partai menjadi kunci. Para calon harap bijaksana menyikapi hal ini. Jangan jual mahal berharap dipinang partai.
Karena para calon harus mendapat restu dari petinggi partai. Memang pendaftaran gratis tapi lanjutan dari itu “tidak ada makan siang gratis”.
KEBUTUHAN NYATA MASYARAKAT
Para calon peserta pilkada harus cerdas menyelami kebutuhan nyata masyarakat. Bukan saja yang di permukaan tapi yang akar masalahnya. Infrastruktur semua orang tahu urgensinya. Namun, sandang, pangan, papan, dan kebutuhan primer lainnya seperti pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan tidak kalah penting.
BACA JUGA:Yuningsih Kaget, Spanduk Gambarnya dan Suharso Menyebar
Sah-sah saja para calon bagi-bagi sembako dan amplop untuk memenuhi kebutuhan sebagian warga masyarakat kita.Tetapi jangan memperparah ketergantungan mereka. Kalah judi dapat bagian bansos selintas tanpa masalah di satu sisi.
Di sisi lain jadi masalah bila judinya tanpa jeda jadi kebiasaan. Maka para calon hendaknya faham betul akan kebutuhan riel masyarakat yang memerlukan solusi cerdas dengan cara-cara baru yang beda dari biasanya.
Bukankah tugas para pejabat itu mencerdaskan kehidupan bangsa? Bukan sebaliknya membodohi masyarakat dengan pencitraan canggih lewat influencer dan buzzer. Dalam konteks ini hendaknya semua pihak arif dalam bermedsos jangan memperburuk situasi dan berpotensi meretakkan keutuhan bangsa.
KORUPSI
BACA JUGA:Gerindra dan PKS Siap Berkolaborasi Jelang Pilkada 2024
Bagi kita korupsi adalah penyakit akut, kanker ganas, kejahatan luar biasa yang membudaya. Pengalaman menunjukkan banyak pejabat tertangkap KPK karena korupsi sebagai akibat pilkada yang berbiaya mahal dan perlu kembali modal. Oleh karena itu menjadi keprihatinan kita semua manakala proses dan hasil pilkada malah memunculkan "generasi penerus" para koruptor. Semoga tidak terjadi bila yang dipilih rakyat itu pemimpin amanah dan istiqomah. Takut pada Tuhan dan kehidupan akhirat. (*)
Profesor Emeritus Universitas YPIB Majalengka dan Pegiat Guru Nanjung Desa, Tinggal di Majalengka