Grand Design Pembangunan; Lepas Landas atau Terhempas di Landasan?

BACA JUGA:Warga Binaan dan Warga Sekitar Lapas Kelas 1 Cirebon NIkmati Daging Kurban

Pembangunan dalam spektrum kecil ataupun besar seharusnya tidak didasarkan pada susunan pemerintahan yang berkuasa, sebab itu fana.

Seharusnya, pembangunan harus didasarkan pada pertanggungjawaban yang luas dan kekal. Di sisi lain, apakah moralitas politik dan pemerintahan kita sudah menyentuh level tersebut?

Unsur moralitas yang selanjutnya perlu dikutip dari Beberapa Fasal Ekonomi (1954) yang ditulis oleh Mohammad Hatta.

Sedari dulu, Hatta sudah mengingatkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Namun, ekonomi ekspor yang ‘satu hadap’ saja (ketergantungan pada satu atau dua produk) sangat berbahaya bagi perkembangan selanjutnya. 

BACA JUGA:Pilkada Kota Cirebon, Pengamat Prediksi Bakal Ada Kejutan Lagi dari Suhendrik

Ketika itu, Indonesia begitu bergantung pada produk gula. Gula Jawa terpaksa dikurangi produksinya karena beberapa negara lain sudah memproduksi gulanya sendiri. Ekspor harus menjadi pengimbang impor, bukan sebaliknya. 

Hatta ketika itu mengingatkan bahwa Indonesia perlu meningkatkan diri bukan saja sebagai penghasil, melainkan juga sebagai konsumen hasil barang sendiri. Pasar sendiri perlu diciptakan, dan ini bergantung pada kemakmuran rakyat. 

Oleh sebab itu, pada akhirnya tenaga beli rakyat perlu ditingkatkan, dan karena itu politik ekonomi perlu ditujukan ke arah ini.

Hatta menunjukkan bahwa kecakapan memproduksi sendiri harus diikuti dengan kesadaran/kebanggaan mengonsumsi barang produksi sendiri.

BACA JUGA:Perumahan Griya Intan RT 06/06 Larangan Potong 6 Ekor Sapi

Ada pelaksanaan moralitas yang simultan antara produsen dan konsumen. Pertanyaannya, politik ekonomi hari ini sudah semasif apa untuk menunjukkan simulatnisme jenis moral ini dalam pembangunan?

Moralitas tertinggi, sekali lagi perlu ditekankan, harus dilaksanakan oleh penyelenggara sistem pemerintahan. Jauh merujuk pada tulisan Tirto Adhi Soerjo dalam artikel yang berjudul Bahaya Kemiskinan Mengancam Tanah Priangan yang dinukil dari Soenda Berita, No 6, Tahun II, 10 April 1904, dengan judul asli Bahaja Kemelaratan Mengantjam Tanah Priangan, disampaikan bahwa “maka pertama-tama hal ini patut diperhatikan oleh kepala-kepala. 

Lapangkanlah ikhtiarnya supaya pejagaan keselamatannya Anak Negeri diperhatikan, bekerjalah akan guna orang banyak, jangan akan guna diri sendiri.

Uruskanlah pekerjaan yang berfaedah, perhatikanlah kewajiban yang fardlu, tunda segala keplesiran yang terbit dari pada nafsu yang sia-sia itu.” 

Tag
Share