Produk Herbel Marak, Pengrajin Bata Merah Gigit Jari Akibat Sepi Order
Para perajin di sentra bata merah Desa Baribis, Kecamatan Cigasong meminta pemerintah daerah melibatkan perajin bata merah dalam proyek pembangunan. -dokumen -tangkapan layar
MAJALENGKA- Maraknya produk Herbel yang menggantikan bata merah sebagai bahan bangunan di berbagai toko, membuat pengrajin bata merah gigit jari.
Para perajin bata merah di Kabupaten Majalengka terkena imbas tersebut.
Mereka mengeluhkan sepinya pemasaran yang membuat mereka semakin terpuruk.
BACA JUGA:Kasus Pataraksa, AM Diminta Tempuh Praperadilan
Seperti diketahui, di Kabupaten Majalengka, terdapat beberapa sentra bata merah terkenal seperti Jatimulya, Baribis, Kasokandel, Panyingkiran, dan Ligung.
Seperti yang dialami di sentra bata merah Desa Baribis, Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka.
Salah seorang pengusaha bata merah, Karjo (55), yang sudah menjalankan usahanya sejak tahun 1994, mengaku saat pandemi Covid-19 lalu ia mengalami keterpurukan dengan lesunya pemasaran selama dua tahun.
BACA JUGA:PDIP Sudah Terlatih Ditinggal Kader saat Pilkada
"Dan sekarang tambah sepi peminat karena masyarakat lebih memilih Herbel ketimbang bata merah," ujarnya.
Karjo menyayangkan hal ini, karena dari segi kekuatan, bangunan yang menggunakan bata merah lebih kokoh.
Harga bata merah saat ini Rp650 per satuan di perajin dengan ukuran 22 cm x 10 cm dan ketebalan 6 cm. Sedangkan biaya produksi bisa mencapai Rp500 ribu untuk menghasilkan seribu bata merah.
BACA JUGA:Resmi Dapat Penugasan, Imron Kini Mencari Calon Wakil Bupati Cirebon
"Saat ini bahan juga mengalami kenaikan, seperti tanah merah, huut (dedak) untuk pembakaran yang sekarung besar harganya Rp6 ribu dan kadang sulit mencarinya. Sedangkan untuk upah pekerja Rp25 ribu per orang," tuturnya.
Karjo dan para pekerja lainnya berharap pemerintah dapat lebih bijak mempertimbangkan nasib para produsen bata merah yang semakin sulit.