Setelah Perpres 59/2024 Terbit, Layanan BPJS Kesehatan untuk Kamar Rawat Inap Maksimal 4 Pasien
Para pasien BPJS di RS Mitra Plumbon Kabupaten Cirebon antre menunggu panggilan dokter. Ada aturan baru terkait Perpres BPJS yang dikeluarkan pemerintah.-ABDUL HAMID/RADAR CIREBON-radar cirebon
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 pengganti Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan yang baru terbit memicu kegaduhan. Persoalannya, tidak ada penjelasan mendetail perihal kelas rawat inap standar (KRIS).
Selama ini, pada kelas perawatan rumah sakit terdapat kelas 1 hingga 3. Itu menentukan jumlah tempat tidur di dalam satu ruangan. Begitu juga iuran peserta BPJS Kesehatan yang dibagi tiga. Yakni, kelas 1 Rp 150.000, kelas 2 Rp 100.000, dan kelas 3 Rp 42.000 dengan subsidi pemerintah Rp 7.000 menjadi Rp 35.000.
Pada Pasal 46A Perpres 59/2024 dinyatakan bahwa ruang dan fasilitas rawat inap di rumah sakit memiliki standar. Lalu, pasal itu berhubungan dengan Pasal 103B yang menyebut standar yang dimaksud adalah kelas rawat inap standar (KRIS) yang harus dilaksanakan secara menyeluruh oleh rumah sakit pada 30 Juni 2025.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mengaku sudah membaca ketentuan baru mengenai layanan rawat inap BPJS Kesehatan yang baru disahkan Presiden Jokowi. ”Jadi, yang ada di kepala saya, kelas-kelas itu sudah tidak ada lagi,” katanya kemarin (15/5).
BACA JUGA:Pengusaha Heri Sugiandi Ramaikan Bursa Pilbup Cirebon 2024
Melalui peraturan tersebut, pemerintah ingin menyeragamkan atau membuat standar pelayanan di rumah sakit untuk pasien BPJS Kesehatan. Selama ini, dari pengamatannya, kondisi pelayanan rawat inap di rumah sakit berbeda-beda.
Di kelas 3, misalnya, ada RS yang kamarnya diisi sampai enam pasien. Di RS lain, kamar untuk kelas yang sama bisa diisi lebih dari enam pasien. Begitu pun untuk fasilitas seperti kamar mandi, ada yang di luar dan di dalam.
Lina mengatakan, upaya penyeragaman atau standardisasi tersebut bukan berarti tidak ada kelas-kelas rawat inap di RS. Menurut Lina, aturan terbaru tersebut hanya acuan besarnya. Nanti diatur dengan ketentuan yang lebih teknis. Termasuk juga pengklasifikasian KRIS.
Pada kesempatan lain, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan, perpres itu bukan untuk menghapus kelas rawat inap yang selama ini ada. KRIS adalah untuk menyederhanakan standar dan meningkatkan kualitas ruang rawat inap. ”Nanti permenkesnya sebentar lagi keluar sesudah Pak Presiden tanda tangan,” ujarnya.
BACA JUGA:Ini Nama-nama Bakal Calon Walikota Cirebon Yang Daftar Ke Partai Gerindra
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Agus Suprapto menjelaskan bahwa selama ini ruang rawat inap di setiap rumah sakit bervariasi. Terkadang kelasnya sama, tapi kondisi di ruangan itu berbeda antara satu rumah sakit dan rumah sakit yang lain. ”Misal, ada yang punya saluran untuk oksigen, ada yang tidak. Ada yang kamar mandinya di dalam, ada yang di luar,” tuturnya. Sehingga, KRIS berfungsi untuk memberikan standar nonmedis kepada rumah sakit.
Pemerintah menetapkan ada 12 standar yang harus dipenuhi rumah sakit. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 46A Perpres 59/ 2024. Di antaranya, kepadatan ruang rawat inap maksimal 4 (empat) tempat tidur dengan jarak antartepi tempat tidur minimal 1,5 meter. Lalu, komponen bangunan yang digunakan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi serta ventilasi udara memenuhi pertukaran udara pada ruang perawatan biasa minimal 6 (enam) kali pergantian udara per jam.
Selain itu, pencahayaan ruangan buatan mengikuti kriteria standar 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur dan kelengkapan tempat tidur berupa adanya dua kotak kontak dan nurse call pada setiap tempat tidur.
Agus menyatakan belum ada penetapan tarif iuran. Sebab, itu akan dibahas lebih lanjut dan mempertimbangkan banyak hal. Pun, belum ada pembahasan terkait manfaat layanan yang akan diberikan. ”Untuk besaran iuran dan yang lainnya masih menggunakan perpres sebelumnya. Perpres 82/2019, Perpres 64/2020,” katanya.