Tolak Study Tour Silakan, Jangan Rendahkan Profesi Guru
Ilustrasi kegiatan study tour.-istimewa-radar cirebon
CIREBON- Program study tour yang digelar sekolah-sekolah kini jadi sorotan setelah kecelakaan maut rombongan siswa SMK Lingga Kencana, Kota Depok, di kawasan Ciater, Subang.
Namun demikian, di tengah kritikan bertubi-tubi itu, publik diingatkan untuk tetap respect pada profesi guru. Tolak study tour silakan, jangan rendahkan profesi guru.
Kegiatan study tour atau outing class hingga kini masih dianggap sebagai bagian dari pembelajaran luar kelas yang efektif dan menyenangkan. Namun setelah kecelakaan bus yang membawa rombongan siswa dan guru SMK Lingga Buana, Depok, study tour pun menuai pro dan kontra di masyarakat, khususnya kalangan orang tua siswa.
Diketahui, sebagian orang tua siswa melalui media sosial seperti TikTok, Instagram, Facebook hingga X (Twitter) mengampanyekan slogan Stop Study Tour. Tak hanya itu, tak sedikit pula yang menyerang profesi guru karena dianggap bertanggung jawab dalam kejadian ini.
BACA JUGA:Karti, Warga Pertama yang Naik Haji dari Cilimusari, Kuningan: Awalnya Hanya Punya Uang Rp1,2 Juta
Ya, dalam insiden yang terjadi di Ciater, Subang, pada Sabtu (11/5/2024) malam tersebut, merenggut 11 korban tewas dan puluhan korban luka. Pihak kepolisian sendiri telah menetapkan sopir PO Bus Putera Fajar sebagai tersangka.
Sementara itu, terkait dengan seruan Stop Study Tour di media sosial, Wakil Ketua Dewan Pendidikan Kota Cirebon Prof Adang Djumhur MAg berpendapat bahwa kegiatan study tour atau outing class dalam proses pembelajaran sejatinya memberikan manfaat bagi para siswa. Maka dari itu, ia mengaku tidak setuju jika kegiatan study tour itu dibatasi atau bahkan harus dihentikan.
“Karena apalagi dalam kurikulum Merdeka Belajar, kegiatan itu kan sangat dianjurkan. Dan sejauh pengalaman saya, kegiatan study tour memberikan kesan yang sangat mendalam ketika saya berakhir tour, dulu," ungkapnya kepada Radar Cirebon, Selasa, 14 Mei 2024.
Yang menjadi masalah, kata Prof Adang, adalah ketika kegiatan tersebut mengesampingkan aspek keamanan dan keselamatan. Misalnya dengan menekan biaya sekecil mungkin dengan mencari kendaraan yang murah tanpa memperdulikan kelayakan kendaraan hingga track record sopirnya. “Yang perlu dibenahi itu terkait dengan pengawasan angkutannya. Bukan mempermasalahkan kegiatan study tour-nya," ungkapnya.
BACA JUGA:Kemenhub Tuntaskan 25 PSN
Selain itu, dalam kegiatan study tour juga kerap terjadi miskonsepsi. Di mana study tour kerap diidentikkan hanya kegiatan bepergian ke sebuah tempat dengan menggunakan kendaraan. Hal ini kerap menimbulkan kesalahpahaman orang tua yang menganggap kegiatan study tour hanya untuk menghambur-hamburkan uang saja. Terlebih ketika dihadapkan dengan kondisi ekonomi yang beragam.
Nah, untuk mengantisipasi hal itu, pihak sekolah harus menjelaskan dengan baik kepada orang tua mengenai tujuan dan manfaat dari digelarnya kegiatan tersebut. Selain itu, sekolah juga harus menjelaskan dengan sangat detil dan transparan mengenai study tour tersebut kepada para orang tua.
“Penyedia layanan tournya siapa, track record sopirnya bagaimana, kelayakan kendaraannyaa bagaimana itu sudah harus dijelaskan selain soal tempat dan biayanya. Karena sopir itu harus tahu bagaimana menguasai betul rutenya dan kondisi jalannya," tegas Guru Besar IAIN Syekh Nurjati Cirebon itu.
Biasanya, dalam kegiatan study tour tidak hanya diikuti para siswa saja, tetapi oleh para guru yang bertugas mendampingi para siswa. Nah, bagi sebagian kalangan, hal ini memunculkan kecurigaan bahwa kegiatan itu hanya sebagai ajang mencari cuan saja bagi pihak sekolah. Para siswa yang hanya disuruh membayar, sementara para guru turut menikmatinya.