Integrasi Teknologi Lingkungan
Ilustrasi--
Oleh: Siti Jubaedah
SAAT ini dunia diperhadapkan dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat dan beragam. Dalam rentang waktu yang singkat, sebuah sistem baru atau alat baru diciptakan semakin mempermudah kehidupan manusia.
Akan tetapi, dibalik lajunya kemajuan teknologi tersebut, menyisakan lubang besar pada bidang lingkungan, ketika environmental sustainability dikesampingkan.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa mega produksi di bidang pembangunan membutuhkan asupan logam yang besar. Hal ini tentu membutuhkan mega eksplorasi bahan dasar dari alam.
BACA JUGA:KPU Tetapkan 50 Anggota DPRD Terpilih Periode 2024-2029
Jika kita melangkah ke bidang agrikultur, kita juga dapat melihat penggunaan bahan kimia secara besar-besaran untuk mendukung laju pertumbuhan tanaman, baik itu sebagai pupuk maupun pestisida.
Kedua fenomena tersebut telah menjadi penyumbang polutan yang besar kepada lingkungan.
Jika kita melihat hasil riset terdahulu, ditemukan fakta bahwa penggunaan bahan kimia pada aktifitas pertanian bukan hanya mendukung laju pertumbuhan tanaman.
Tetapi juga menyisakan residu bahan kimia yang bereaksi berkebalikan pada tanah. Dengan penggunaan bahan kimia pada lahan pertanian secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama, maka akan menggerus bahkan menghilangkan kesuburan alami tanah.
BACA JUGA:Pedagang Mingguan di Hutan Kota Sumber Dipindah, Penghasilan Menurun Drastis
Kita dapat menyaksikan bagaimana perubahan kondisi tanah pada lahan pertanian yang telah menjadi lahan produktif.
Contoh yang paling sederhana adalah profil tanah pertaninan dari segi fisik, tanah yang awalnya gembur berhumus kini menjadi keras kekeringan.
Sementara itu, kegiatan nyata dalam rangka restorasi alam belum betul-betul dapat kita saksikan. Permintaan pasar yang semakin meningkat menyebabkan petani fokus pada peningkatan penyediaan kebutuhan, dengan mengesampingkan kondisi lingkungan, terus menerus menggunakan bahan kimia untuk mendukung kegiatan tersebut.
Tentu terjadi aktifitas eksploitasi alam di sini. Langkah restorasi alam yang pernah dilakukan pun selalu berbasis penggunaan bahan kimia. Hal ini menyebabkan penyelesaian suatu permasalahan seakan menjadi siklus baru dalam permasalahan yang sama.