Skeptisisme dalam Pembelajaran Matematika

Indah Rahmania, Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia.-istimewa-radar majalengka

Oleh: Indah Rahmania
Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia.  

MANUSIA Manusia dikatakan berbeda dari makhluk hidup yang lain adalah karena manusia memiliki hal istimewa yang disebut akal pikiran.

Kemampuan akal pikiran manusia tidak bisa dianggap sama antara satu dengan yang lainnya karena masing – masing manusia memiliki pengalaman hidup yang berbeda.

Oleh sebab itu, perselisihan manusia dalam memandang suatu kondisi di berbagai bidang pengetahuan pun tidak bisa dihindarkan. Hal inilah yang menjadi dasar munculnya skeptisisme.

Skeptisisme atau yang sering disebut dengan skeptis, yaitu suatu sikap mental atau  kecenderungan untuk mempertanyakan, meragukan, atau mengevaluasi informasi dengan kritis sebelum menerima atau mempercayai sesuatu.

BACA JUGA:Relawan Jas Biru Majalengka Dilantik

Sudut pandang dalam ilmu filsafat menyebutkan bahwa skeptis adalah suatu sikap meragu terhadap informasi ataupun pengetahuan yang telah diwariskan kepada umat manusia selama ini.

Orang yang bersikap skeptis tidak akan langsung menerima suatu informasi tanpa pertimbangan yang cermat dan cenderung akan mencari bukti atau rasionalisasi yang mendukung sebelum membentuk suatu keyakinan terhadap informasi tersebut.

Sikap skeptis sampai sekarang masih lekat dengan konotasi negatif. Namun istilah skeptisisme ini sebenarnya berkaitan erat dengan ranah pendidikan.

Hal ini disebabkan karena dalam dunia pendidikan diperlukan sikap ragu pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Tanpa keraguan, maka tidak akan muncul rasa ingin tahu, sehingga pengetahuan yang diperoleh tidak dapat berkembang dengan semestinya.

BACA JUGA:Bawaslu Majalengka Buka Layanan Pengaduan Pelanggaran Kampanye Pemilu 2024

Kita pasti pernah mendengar peribahasa tuntutlah ilmu sejak buaian hingga ke liang lahat, hal ini dapat diartikan bahwa dalam dunia pendidikan tidak hanya siswa yang dituntut untuk belajar, tapi guru juga harus terus mengembangkan bidang keilmuan yang sudah dimilikinya.

Dalam proses belajar, siswa diharapkan justru bersikap skeptis terhadap pengetahuan yang mereka terima di sekolah, tidak hanya menampung  apa yang diajarkan oleh guru, namun juga harus lebih aktif mencari informasi dari sumber yang lain.

Hal ini tentu berbanding lurus dengan kemampuan guru yang juga harus mengikuti perkembangan zaman.

Sikap skeptis seperti apa yang diharapkan muncul saat proses belajar mengajar di sekolah berlangsung? Tentu saja skeptis yang mengarah pada hal yang positif, dimana sikap ini akan mencerminkan pendekatan kritis terhadap informasi dan konsep dengan lebih analitis dan evaluatif.

BACA JUGA:FIFGROUP Cabang Kadipaten Tanam 750 Bibit Pohon

Guru dituntut untuk melakukan berbagai strategi agar siswa dapat mengembangkan sikap skeptis terhadap pengetahuan.

Hal ini dapat dilakukan dengan mengaktifkan kegiatan diskusi dan debat antar siswa, bimbing siswa untuk mengeksplorasi fakta, berikan tugas yang melibatkan siswa menggali informasi lebih kompleks serta menemukan relevansi sumber informasi di era digital yang sudah semakin canggih.

Fasilitasi siswa agar dapat berkolaborasi untuk merangsang pertukaran ide dan menemukan relevansi serta aplikasi konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Lantas perlukah sikap skeptis ini muncul dalam pembelajaran matematika? Tentu saja perlu, agar siswa tidak hanya menghafal rumus yang diajarkan oleh guru.

BACA JUGA:Pahlawan Nasional KH Abdul Chalim Menjadi Nama Jalan dan Bandara

Tapi seharusnya dapat memahami konsep dari rumus matematika tersebut dan menggunakannya dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan nyata.

Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai strategi antara lain, mengarahkan siswa untuk bertanya dan menemukan dasar di balik munculnya suatu rumus matematika.

Membimbing siswa untuk berpikir kritis terkait langkah-langkah menemukan solusi dari suatu permasalahan matematika, mendorong siswa untuk merenungkan model matematika dan mempertanyakan pendekatan matematika terhadap berbagai perspektif pemecahan masalah.

Mengarahkan siswa untuk mencari sumber ilmu matematika tidak hanya dari guru dan buku paket sekolah, tapi juga sumber buku yang lain serta media online.

BACA JUGA:Kapolres Ciko Kejutan Dandim 0614/Kota Cirebon

Tetapi tetap skeptis untuk dapat menyaring informasi dan mengevaluasi keandalan sumber tersebut.

Dengan mengintegrasikan sikap skeptis dalam pembelajaran ini terutama di pembelajaran matematika. Maka guru dan siswa dapat mengembangkan keterampilan ilmu pengetahuan keterampilan kritis yang sangat baik untuk dapat menghadapi tantangan intelektual dan dapat mengambil keputusan yang informasional secara bijaksana dan bermakna. (*/opl)

Tag
Share