Kapitalisme Religius
Ilustrasi--
Dari sini puasa sangat hambar. Kesadaran kapitalisme yang menguasai tubuh sebelumnya, menyebabkan puasa terkondisikan untuk tujuan pragmatis; pahala berlipat ganda.
Ibarat kompetisi, puasa menjadi perlombaan setiap individu mengejar pahala berlipat ganda. Barangkali dalam konteks ini puasa menjadi tujuan bukan alat. Tujuan ketika berpuasa hanyalah mengejar pahala berkali-kali lipat.
BACA JUGA:Jalan Provinsi dan Kabupaten Sekarang Sudah Terang, Dishub Pasang Ratusan Lampu PJU
Pasca kesadaran kapitalisme, puasa turun kelas. Puasa tidak lagi berfungsi sebagai bengkel me-recovery diri menjadi manusia seutuhnya, melainkan membiarkan diri dikuasai oleh nalar kapitalisme.
Sebab itu, bulan suci Ramadan adalah waktu kontemplasi bagi diri untuk menanyakan apakah kita telah menjalankan puasa dengan benar atau hanya berpuasa sontoloyo!
Apakah kita benar-benar telah sampai pada level religiusitas puasa atau meyakini religiusitas puasa sembari menghalalkan praktek kapitalisme. (*)
Penulis adalah Dosen UNU