Refleksi 10 Hari Pertama Ramadan
Ilustrasi--
BACA JUGA:Polres Indramayu Gelar Program Mudik Gratis
Kecamuk itu menggeser kemeriahan pelaksanaan tarawih sebagai upaya refleksi diri membersihkan hati dan tadarus al-Quran sebagai penguatan ilmu.
Tarawih mulai kendor dan tadarus mulai tidak terurus.
Keramaian masjid dan mushola yang terjadi di awal Ramadhan bergeser ke toko-toko swalayan. Pasar-pasar yang mulai penuh dan jalanan yang mulai macet.
Asap kendaraan lambat laun menutup ingatan masa-masa penyambutan Ramadan (tarhib) yang menekankan bahwa puasa tidak cukup menahan haus, dan lapar.
BACA JUGA:Kemenag Isi Ramadan dengan Berbagi Kegiatan
Tidak cukup menahan birahi seksual sejak terbit fajar sampai magrib saja, melainkan harus benar-benar mengekang hawa nafsu yang selalu mengajak manusia menggapai keindahan dan kemeriahan dunia yang sementara dan lalai terhadap akhirat.
Puasa yang bisa menggapai ampunan dan kemerdekaan dari sengatan api neraka memang tidak mudah.
Tidak semudah membolak-balikkan telapak tangan. Tidak semudah meminta maaf atau mengaku khilaf dan tandatangan di atas materai seperti penomena para preman medsos yang terciduk pihak kepolisian.
Untuk mendapat ampunan dan perlindungan api neraka butuh ilmu, iman, dan perjuangan yang sungguh-sungguh.
BACA JUGA:DPRD Kabupaten Indramayu Terima LKPJ Tahun 2023
Meminjam istilah Jalaludin Rahmat, puasa harus dilaksankan secara lahir batin yang tidak saja melingkupi ketentuan syariat tetapi juga harus sampai pada tahap tarikat dan hakikat.
Selain menahan kebutuhan dasar biologis makan, minum, dan hasrat, juga menahan segala bentuk aktivitas yang menjauhkan diri dari Tuhan. Hal ini sejalan dengan tingkatan puasa Imam Al-Ghazali yang cukup berat yaitu puasa khusus dan khususil khusus.
UPAYA MENGUBAH KENDALI
Puasa tidak sebatas menahan haus, lapar dan kebutuhan seksual. Perintah mengosongkan perut dan menahan kebutuhan seksual merupakan latihan, supaya kendali kehidupan tidak terpokus pada kebutuhan dasar manusia, yaitu perut dan seksual saja.