Ekonomi Belum Pulih, Pajak Mencekik, PHRI Cirebon: Sangat Berat bagi Kami
Meski Cirebon dicanangkan sebagai kota tujuan pariwisata, tapi hingga kini Kota/Kabupaten Cirebon hanya menjadi kota transit. Karena itulah PHRI Kota/Kabupaten Cirebon menolak wacana kenaikan pajak hiburan.-seno dwi priyanto-radar cirebon
CIREBON- Rencana kenaikan pajak hiburan menuai reaksi protes, termasuk dari Cirebon. Di Kabupaten Cirebon, pajak hiburan direncanakan naik menjadi 40% dan di Kota Cirebon naik 50%. Hal ini mendapat reaksi penolakan dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) di Kota/Kabupaten Cirebon.
Seperti disampaikan Ketua PHRI Kabupaten Cirebon, Ida Khartika. Ia menegaskan pihaknya bersama para anggota PHRI Kabupaten Cirebon menolak adanya kenaikan pajak hiburan. Apalagi usai pandemi, kondisi perekonomian belum pulih sepenuhnya.
Dilihat dari tingkat okupansi hingga saat ini belum membaik sepenuhnya, bahkan di akhir tahun 2023 saja jumlah okupansi tidak bisa mencapai 95%, hanya berkisar 70% hingga 80%. “Masih sangat berat bagi kami para pelaku usaha dan pemilik hiburan," ungkapnya dalam keterangan resmi kepada Radar Cirebon, Jumat 19 Januari 2024.
Meski Cirebon dicanangkan sebagai kota tujuan pariwisata, nyatanya hingga saat ini Cirebon baik kota mupun kabupaten hanya menjadi kota transit. Adanya akses yang lebih mudah hingga saat ini belum mampu memberikan kontribusi kunjungan wisatawan. “Length of stay hingga saat ini masih 1 hingga 2 hari saja," terangnya.
BACA JUGA:Senin, Polresta Cirebon Beberkan Kasus Wanita Muda Dibunuh Suami
Pihaknya mengaku keberatan dengan kenaikan pajak hiburan menjadi 40% dari sebelumnya 35%. Selama ini pajak yang diterapkan menurutnya sudah cukup berat, terutama sejak pandemi. “Pandemi memberikan efek luar biasa, apalagi saat telat membayar kami didenda 1% setiap bulan dan diakumulasi. Jika dinaikkan lagi, sangat berat bagi kami," paparnya.
Sebagai upaya penolakan kenaikan pajak hiburan ini, Badan Pimpinan Pusat Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPP PHRI) dalam Rakorda beberapa waktu lalu juga telah mengajukan judicial review terkait aturan pajak hiburan 75 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Diharapkan pemerintah bisa mengkaji ulang akan peraturan ini. “Kami juga sangat berharap pemerintah bisa mengkaji ulang akan rencana penetapan kenaikan pajak hiburan ini," terangnya.
Sementara itu, rencana kenaikan pajak hiburan sebesar 50% di Kota Cirebon mendapatkan respons penolakan dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Cirebon. Ketua PHRI Kota Cirebon Imam Reza Hakiki mengatakan saat ini banyak tantangan yang dihadapi para pelaku usaha, terutama yang ada di Kota Cirebon.
BACA JUGA:Adjie: Generasi Muda Harus Punya Bekal yang Memadai
Geliat ekonomi yang belum stabil usai pandemi, ditambah adanya kenaikan biaya air, turut memberikan beban operasional yang tinggi pada sejumlah pelaku usaha di Kota Cirebon, termasuk hotel. "Jika ditambah kenaikan pajak hiburan, ini jelas kami sangat keberatan," ungkapnya.
Menurutnya, kenaikan pajak hiburan ini sebaiknya dikaji ulang dan dibandingkan dengan beberapa negara wisata lainnya seperti Thailand dan Malaysia. Di mana mereka menerapkan pajak hiburan yang lebih kecil, namun bisa mendatangkan banyak wisatawan.
Saat ini kota Cirebon sendiri belum memiliki jumlah wisatawan yang tinggi. “Bahkan untuk hiburan malam sejak pandemi pengunjungnya menurun," terang Imam Reza Hakiki.
Jika pajak tetap dinaikkan, menurutnya, ini akan berpengaurh pada investasi di Kota Cirebon. Di mana para investor akan ragu menginvestasikan dananya karena pajak yang tinggi ditambah ketidakpastian ekonomi saat ini di tengah geliat politik. “Tahun ini masih penuh ketidakpastian dan menjadi tahun politik. Jika ada kenaikan pajak ini tentu akan berpengaurh pada berbagai hal," ungkapnya.