Selamat Jalan Kaisar dan Raja
--
Oleh Kurniadi Pramono
ENTAH apa dalilnya, dunia ini sering serba kebetulan. Dua pujangga bola klasik, dua maestro panggung sepak bola dunia, dari dua kutub yang berjauhan, meninggal dunia hanya berselang dua hari. Mario Zagallo (Brazil) dan Franz Beckenbauer (Jerman). Kedua-duanya adalah pemain sekaligus pelatih yang mewarnai kehidupan dua piala tertinggi di dunia sepakbola, Piala Jules Rimet dan FIFA World Cup.
Untuk yang berusia lebih setengah abad, mungkin dua nama ini tidak asing didengar. Namun untuk kaum muda, mungkin harus memainkan jemari di layar handphone untuk menyelam mendapati mereka.
Apalagi kalau hanya melihat foto, sepintas mungkin mereka berdua bak lelaki kembar yang meninggal dua kali dalam dua hari yang berbeda, 5 dan 7 Januari lalu.
Beckenbauer, dengan kisah ikonik nya di semifinal Piala Jules Rimet 1970.
BACA JUGA:Capai Transaksi Tertinggi, Agen BRIlink Dapat Reward dari BRI Cabang Majalengka
Kala itu Jerman (Barat) menghadapi Italia. Pertandingan itu pulalah yang mengulang sejarah perang dunia kedua dalam “persahabatan” Mussolini dan Hitler. Pertandingan klasik yang hingga saat ini memicu bebuyutannya Jerman dan Italia.
Dalam pertandingan bermutu itu Beckenbauer yang ditabrak Pierluigi Ciera di menit ke-65, tepat di garis kotak penalti Italia dan terpelanting dengan posisi jatuh yang ekstrem. Bukan cuma cidera, namun tulang bahu kananya bergeser dan tulang selangka patah.
Pertandingan tersisa 25 menit dan Jerman tertinggal 0-1. Beckenbauer menolak diganti atau dipinggirkan, karena memang pelatih Helmut Schoen kehabisan kuota. Ia tetap bermain dengan lengan disanggah perban, bak pendekar berlengan satu, peristiwa ikonik itu membuat banyak ibu dan gadis Jerman menitikkan air mata di depan pesawat televisi.
Lelaki kelahiran 1945 yang kelak menjadi panutan dengan posisi libero (sekarang ini back tengah dan sekaligus penyapu ranjau itu sudah tidak lahi poluler pada sistem bermain super modern), tetap bisa menjaga keseimbangan tubuh hingga akhirnya Jerman (Barat) menyamakan kedudukan 1-1 satu menit sebelum usai.
BACA JUGA:Dua Napiter asal Ciamis dan Pangandaran Ikrar Setia kepada NKRI
Beckenbauer menunda pesta Italia di Staduin Azteca Meksiko, kendati akhirnya ia menyerah secara fisik dan Jerman (Barat) harus terhalang ke final. Namun foto hitam putih dimana Sang Kaisar bermain dengan balutan perban di lengannya, jauh lebih berharga daripada rekaman berwarna saat Der Keizer mengangkat tropi FIFA World Cup 1974.
Halnya Mario Zagallo, lelaki Brazil ini membuat pemerintah menetapkan 3 hari berkabung nasional. Ia dikenal sebagai pemain berkarakter kuat dan memiliki prinsip hebat. Setia kawan sekaligus rendah hari, keras kepala namun lembut hatinya.
Ada komunitas kental di dunia sepak bola Brazil yang menempatkan Zagallo lebih raja daripada Sang Raja Pele. Masuk akal karena setidaknya terbukti sudah, ia adalah orang terakhir dari official team Brazil Juara Dunia 1958 yang masih hidup sampai 4 Januari 2024 lalu.