Inflasi Januari 2025 Menurun, PMI Manufaktur Indonesia Meningkat

Menko Perekonomian Erlangga Hartarto-disway.id-
RADARCIREBON.BACAKORAN.CO - Inflasi Indonesia pada Januari 2025 tercatat sebesar 0,76% (yoy), turun signifikan dibandingkan dengan inflasi Desember 2024 yang mencapai 1,57% (yoy). Penurunan inflasi ini mencerminkan efektivitas kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga meskipun ada tekanan pada inflasi inti dan harga volatile food (VF), serta penurunan inflasi pada administered price (AP).
Kebijakan pemerintah yang efektif, bersama dengan sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal, serta pengendalian inflasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), diharapkan dapat terus mendukung pertumbuhan ekonomi yang stabil. Meskipun inflasi inti naik sebesar 0,30% (mtm) atau 2,36% (yoy), sebagian besar penyumbang inflasi berasal dari harga emas perhiasan dan kopi bubuk. Harga emas yang berfluktuasi akibat ketegangan geopolitik serta lonjakan harga kopi domestik menjadi faktor utama.
Inflasi volatile food pada Januari 2025 tercatat sebesar 2,95% (mtm) dan 3,07% (yoy). Hal ini sesuai dengan target inflasi yang ditetapkan dalam High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Pusat (HLM TPIP) yang mencatatkan kisaran inflasi harga bergejolak antara 3-5%. Penurunan tarif listrik sebesar 32,03% (mtm) pada Januari 2025, sebagai bagian dari kebijakan pemerintah memberikan diskon tarif listrik 50% untuk pelanggan dengan daya 450 VA hingga 2200 VA, juga berkontribusi pada deflasi.
BACA JUGA:Presiden Prabowo Ingin Pelantikan Kepala Daerah pada 20 Februari 2025
Di sisi lain, kebijakan pemerintah dalam memberikan diskon tarif tiket pesawat hingga 10% selama periode Natal dan Tahun Baru 2024/2025 turut menurunkan tarif angkutan udara, dengan deflasi angkutan udara sebesar 0,01%. Namun, kenaikan harga bensin akibat penyesuaian harga BBM nonsubsidi pada Januari 2025 memberi andil terhadap inflasi sebesar 0,03%.
Dalam sektor manufaktur, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia tercatat mengalami ekspansi yang cukup signifikan. PMI Indonesia meningkat menjadi 51,9 pada Januari 2025, lebih tinggi dibandingkan dengan Desember 2024 yang berada di level 51,2. Sementara mayoritas negara di kawasan Asia Tenggara, seperti Myanmar, Vietnam, Filipina, dan Thailand, mengalami penurunan PMI, Indonesia justru menunjukkan kinerja yang positif.
Permintaan pasar yang stabil, terutama di dalam negeri, menjadi salah satu pendorong utama pencapaian ini. Peningkatan pesanan mendorong perusahaan untuk meningkatkan produksi, yang tercatat mencapai level tertinggi dalam tiga bulan terakhir. Seiring dengan itu, sektor manufaktur juga mulai mengalami peningkatan dalam hal penyerapan tenaga kerja, dengan laju pertumbuhan tenaga kerja tertinggi dalam dua tahun terakhir.
Pemerintah terus memperkuat sektor manufaktur melalui berbagai kebijakan, antara lain pemberian insentif fiskal, dukungan terhadap penggunaan bahan baku lokal, serta perlindungan industri domestik. Upaya hilirisasi industri berbasis sumber daya alam juga didorong untuk mengurangi dampak pelemahan nilai tukar Rupiah. Selain itu, pemerintah memberikan insentif PPN DTP untuk sektor otomotif dan pembiayaan sektor padat karya, seperti tekstil, furnitur, dan pakaian jadi, guna meningkatkan produktivitas dengan subsidi bunga.
Untuk meningkatkan daya saing ekspor, pemerintah juga mempercepat perundingan dengan mitra perdagangan internasional. Indonesia tengah mempersiapkan diri untuk bergabung dengan kesepakatan Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) dan mempercepat perundingan Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA). Langkah-langkah ini bertujuan untuk memperluas pasar produk Indonesia di kawasan Amerika Latin dan Uni Eropa.
Dengan stabilitas harga yang terjaga dan ketersediaan komoditas yang cukup, optimisme terhadap perekonomian Indonesia semakin meningkat. Sinergi antara pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat menjadi faktor penting dalam mendorong perekonomian yang lebih kuat dan inklusif.