HET Garam Ditentukan Tengkulak, Petani Garam Selalu Rugi
Sejumlah petani garam tengah mengangkut hasil panen di tambak garam di Desa Pangenan, baru-baru ini. Para petani minta diberlakukan HET untuk mencegah harga yang terus anjlok.-dokumen -tangkapan layar
CIREBON- Petani garam di Kabupaten Cirebon berharap pemerintah segera menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk garam, sebagai upaya mengatasi fluktuasi harga yang kerap merugikan mereka.
Selama ini, harga garam di tingkat petani lebih banyak ditentukan oleh tengkulak, sehingga sering kali jatuh di bawah biaya produksi.
Salah satu petani garam di Kabupaten Cirebon, Ismail mengatakan kepada Radar Cirebon, harga garam saat ini hanya berkisar Rp500 per kilogram di tingkat petani.
BACA JUGA:CSR Oreo Berbagi, Pengusaha dan Perajin Batik di Kabupaten CirebonTerima Alat Membatik
BACA JUGA:Kegiatan Donor Darah di Pamijahan Kumpulkan 25 Labu Darah
“Harga ini sangat rendah dan tidak cukup menutup biaya produksi,” ujar Ismail.
Menurutnya, harga ideal untuk garam seharusnya berada di angka Rp800 per kilogram. “Dengan harga tersebut, kami setidaknya bisa menutupi biaya produksi dan mendapatkan sedikit keuntungan, meskipun tidak besar,” tambahnya.
Ismail menyampaikan bahwa petani tidak memiliki banyak pilihan ketika harga anjlok. “Kami bingung harus berbuat apa. Harga ditentukan oleh tengkulak, dan kami hanya bisa mengikuti,” katanya.
BACA JUGA:SMAN 1 Palimanan Belajar Politik di Gedung DPRD
BACA JUGA:Soal Polemik Penyerobotan Lahan, Komisi III Tawarkan 2 Opsi sebagai Solusi
Dia juga menjelaskan, harga di pasar bisa mencapai dua kali lipat harga di tingkat petani. “Misalnya, kalau di petani harga Rp500 per kilogram, di pasar bisa lebih dari seribu rupiah,” tuturnya.
Oleh karena itu, Ismail berharap pemerintah segera memberlakukan HET untuk garam, seperti yang sudah diterapkan pada komoditas lain seperti beras. “Kami berharap ada HET agar harga garam tidak anjlok, sehingga bisa memberikan kepastian harga yang lebih baik bagi petani,” pungkasnya.