Parkir (Ketika Berhenti dari Jabatan)

BACA JUGA:Tumpukan Sampah di Aliran Sungai Cigede, Gema Jabar Hejo Langsung Koordinasi dengan Berbagai Pihak

Mereka tidak merasa kehilangan apa pun. Mereka menyadari bahwa jabatan itu titipan, amanah yang hanya mampir pada dirinya. Jadi, mereka tidak merasa memiliki jabatan. 

Ada juga  orang-orang yang sangat ingin tetap pada jabatannya. Orang ini berupaya untuk tetap pada jabatan itu. Mereka merasa menyatu dengan jabatan itu. Mereka sangat tidak ingin berpisah dengan jabatan. Jabatan berada di hati mereka. 

Jabatan dipeluk, bersatu dengan hati mereka. Mereka sangat ingin terus menerus berada pada jabatan ini. Mereka merasa betapa bahagia mengolah berbagai kepentingan dirinya pada saat berada pada jabatan itu. 

Oleh karena itu, mereka tidak mau berhenti. Mereka tidak memerlukan tempat parkir. Mereka mau tetap berjalan dengan menggunakan “kendaraan jabatan” itu. 

BACA JUGA:Biar Percaya Diri, Disdik Kota Cirebon Gelar Pekan Kreativitas Anak Usia Dini

Orang-orang yang cerdas akan menyiapkan tempat parkir (berhenti dari jabatan)  agar lapang, memperoleh kenikmatan, terhindar dari kesengsaraan. Pejabat yang cerdas akan selalu berperilaku yang mengarah pada kenikmatan pada saat berhenti dari jabatan. 

Dia akan berparkir di tempat yang benar. Masyarakat menyiapkan lahan parkir yang nyaman. Masyarakat menerimanya dengan penuh kecintaan. Masyarakat mengingat kebaikannya pada saat menjadi pejabat. 

Masyarakat berterima kasih atas perilaku pejabat yang membahagiakan, yang membanggakan, yang tidak mengecewakan. Masyarakat masih menginginkan, tetapi aturan tidak membolehkan.

Jabatan itu sementara dan sesungguhnya dunia dan segala isinya sementara. Oleh karena itu,  pejabat yang cerdas akan selalu berperilaku dengan baik.

BACA JUGA:Proses Seleksi Pengawas Tempat Pemungutan Suara Cukup Ketat

Putusan-putusannya berbasis kebaikan. Ucapan-ucapan  yang keluar dari lisannya hanya yang baik. Pejabat seperti ini akan selalu bekerja dan bekerja sesuai dengan program yang telah ditentukan. 

Dia khawatir mengecewakan masyarakat yang telah mempercayainya. Dia sangat takut akan azab Allah bila tidak menepati janji. Dia ingin mendapatkan tempat  yang lapang; di dunia dan akhirat.

Kita harus yakin bahwa rakyat itu mencatat perilaku kita dalam hatinya. Rakyat akan ingat apa pun yang telah dijanjikan pejabat. 

Mungkin banyak pejabat yang lupa ucapannya dengan berbagai alasan. Lupa janji, lupa ucapan karena tidak berasal dari hati.  Jadi, hatinya melupakannya.

Tag
Share