Narasi Perkawinan Anak
Oleh: Mukhammad Alwani*
MENURUT data kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementrian PPPA), perkawinan anak di Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2021 selalu berada di deretan teratas dibandingkan dengan provinsi lain.
Bahkan di Tahun 2022 berada pada urutan ke 4 tertinggi. Berbagai usaha ditempuh pemerintah provinsi untuk menekan angka perwakinan anak.
Program Labaso kawin yang merupakan turunan dari program jagai anakta milik pemerintah desa juga telah diluncurkan.
BACA JUGA:Baher Siapkan Program untuk Tingkatkan Ekonomi Nelayan
Program ini bertujuan untuk memberikan pendekatan komprehensif dalam mencegah perkawinan anak yang dilengkapi dengan layanan dispensasi kawin yang lebih ketat dan terukur.
Lebih lanjut Pemerintah juga bekerja sama dengan Pengadilan Agama setempat dalam memperketat keluarnya dispensasi kawin sebagai salah satu cara yang ditempuh untuk menekan angka perkawinan anak.
Demikian juga di penghujung Tahun 2024 ini, sudah ada 230 perkara dispensasi kawin pada Pengadilan Agama Sidenreng Rappang dengan alasan pertimbangan persetujuan dispensasi tersebut yang kurang lebih sama yaitu menghindari zina.
Dispensasi kawin menjadi pintu terselenggaranya perkawinan anak karena meskipun dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 atas perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan di Indonesia yaitu syarat nikah Kantor Urusan Agama adalah minimal usia 19 Tahun namun perkawinan tetap bisa terselenggara jika telah mendapatkan dispensasi dari pengadilan.
BACA JUGA:Cabup Nina Dinilai Sudah Terbukti
Meskipun sebenarnya dalam pandangan agama islam jika seseorang telah baligh maka dia bukan lagi terkategori anak-anak.
*Polemik Perkawinan Anak
Perkawinan anak dibawah umur, versi undang-undang, selalu dituding menjadi penyumbang angka perceraian, kemiskinan ekstrim, KDRT, anak tidak sekolah (ATS) dan hal-hal negatif lainnya. Bahkan dianggap angka perkawinan anak yang terus meningkat akan mengganggu jalan mulus menuju Indonesia emas 2045.
Selain itu, tingginya angka perkawinan anak akan mengaburkan komitmen yang telah diambil Indonesia sebagai salah satu negara yang menyepakati SDGs (tujuan pembangunan berkelanjutan) pada tahun 2015 lalu.