Harapan Optimalisasi Pemulihan Keuangan Negara

Ilustrasi pemulihan keuangan negara.-istimewa-

Oleh: Ridwan Firmansyah SH*

TINDAK Pidana Korupsi (Tipikor) telah disepakati sebagai kejahatan luar biasa yang penanganannya diperlukan kemampuan yang mumpuni, kecermatan serta kehati-hatian.

Pelbagai pemberitaan penanganan tipikor hangat dibicarakan di media cetak maupun elektronik. 

Ada beberapa respons terhadap pemberitaan penanganan tipikor. Salah satu yang perlu dicermati adalah bagaimana penanganan tipikor sejak mulai penyelidikan sampai dengan selesai dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap pemulihan keuangan negara. 

BACA JUGA:Baher Siapkan Program Jitu untuk Kesejahteraan Petambak

Dalam berbagai literasi sudah banyak dijelaskan bahwa tipikor mengakibatkan negara mengalami kerugian, baik dari sisi keuangan negara maupun perekonomian negara.

Beberapa tanggapan terhadap pemberitaan penanganan tipikor dapat dikatakan masih terbagi ke beberapa titik fokus.

Di antaranya adalah berat ringannya pidana penjara yang dijatuhkan, serta berapa besar pidana denda yang diputuskan kepada yang bersalah. 

Bahwa di dalam putusan perkara tipikor, terdapat hal yang patut kita cermati yaitu terkait pidana tambahan membayar uang pengganti sebagai bentuk pemulihan terhadap kerugian keuangan atau perekonomian negara yang legalitasnya dapat ditemukan di dalam Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor). 

BACA JUGA:Dana Awal Kampanye Lucky-Syaefudin Paling Besar

Uang pengganti dibayarkan oleh terpidana yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

Namun, data empiris justru menunjukkan tidak semua terpidana tipikor mampu membayar uang pengganti. Dalam rangka optimalisasi pemulihan keuangan negara, jika terpidana tidak membayar uang pengganti maka dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, jaksa dapat menyita harta bendanya untuk selanjutnya dilelang guna menutupi uang pengganti tersebut, ketentuan tersebut sebagaimana diatur di dalam Pasal 18 Ayat (2) UU Tipikor. 

Kembali merujuk pada data empiris, di mana terdapat fakta bahwa terpidana tidak memiliki harta benda lagi untuk disita dan dilelang guna menutupi uang pengganti tersebut, maka merujuk pada Pasal 18 Ayat (3) UU Tipikor, terpidana harus menjalani pidana penjara sebagai subsidair dari uang pengganti tersebut. 

Tanpa disadari, hal tersebut masih merugikan negara karena negara belum mendapatkan haknya kembali, meskipun terpidana sudah mendapatkan hukuman pidana penjara serta pidana tambahan berupa pidana denda bahkan menjalani subsidair dari uang pengganti tersebut.

Tag
Share