Pertemuan antara Warga, Pemkab dan Pengembang Gagal Hasilkan Kesepakatan

BUNTU: Ketua Tim Verifikasi Serah Terima PSU Dr Hilmy Riva’i MPd memimpin rapat bersama warga Perumnas Arum Sari bersama pengembang perumahan, kemarin.-SAMSUL HUDA/RADAR CIREBON -

 

Upaya warga Perum Perumnas Arum Sari Desa Cirebon Girang Kecamatan Talun, untuk mendapatkan hak atas Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) masih buntu. 

Pertemuan antara perwakilan warga, pemerintah daerah, dan pihak terkait yang digelar di ruang rapat bupati Cirebon tak menghasilkan titik temu terkait serah terima aset PSU, Kamis (5/9).

Ketua Tim Verifikasi Serah Terima PSU, Dr Hilmy Riva’i MPd, mengaku prihatin atas permasalahan yang dialami warga Arum Sari yang sudah lama menantikan kejelasan terkait hak-hak mereka.  

Menurutnya, salah satu kendala utama adalah perbedaan pendapat antara Perumnas dan Pemerintah Daerah, khususnya Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (DPKPP). 

“Dalam pertemuan tadi, ada perbedaan pandangan, terutama terkait angka kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengembang. Ini memang persoalan yang cukup pelik,” ungkap Hilmy, yang juga menjabat sebagai Sekda Kabupaten Cirebon, usai pertemuan.

Hilmy menjelaskan, perbedaan ini muncul karena adanya regulasi baru yang diterapkan pada 2021, sementara PSU Arum Sari sudah diserahkan pada 2016 di bawah aturan yang berbeda. “Pada 2016, kewajiban developer hanya 38 persen, sedangkan aturan baru mewajibkan 40 persen. Jadi ada ketidaksesuaian,” terangnya.

Meski begitu, Hilmy menegaskan bahwa pemerintah daerah terus berupaya mencari solusi terbaik. Ia bahkan telah memerintahkan Bagian Hukum Setda untuk memimpin penyelesaian teknis terkait masalah ini. “Prinsipnya, kami selalu berpihak kepada warga,” tegasnya.

Disingung soal kemungkinan diambilnya langkah diskresi, Hilmy menegaskan bahwa langkah tersebut akan ditempuh jika memang perundingan tetap menemui jalan buntu. “Jika deadlock, diskresi pasti akan diambil. Namun, ini adalah opsi terakhir,” tandasnya.

Hilmy menambahkan, diskresi yang diambil pun harus melalui konsultasi dengan legislatif agar ada keselarasan persepsi. Pemerintah daerah juga akan berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait aspek hukum, khususnya soal persentase yang menjadi perbedaan pendapat. “Kami tidak ingin ada ketidaksepahaman, terutama dari sisi hukum,” pungkasnya. (sam)

Tag
Share