Pilkada 2 Paslon Rawan Konflik

Prof Fauzan memberikan keterangan mengenai situasi politik di Kabupaten Majalengka.-baehaqi-radar majalengka

BACA JUGA:Festival Astra 2024 Sukses Beri Inspirasi Berkelanjutan

"Calon pemimpin harus siap untuk diperiksa rekam jejaknya. Ini penting agar masyarakat tahu siapa yang benar-benar berjuang demi kepentingan mereka," tutur Fauzan.

Prof Fauzan juga menyoroti potensi besar Majalengka untuk berkembang pesat berkat kehadiran Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati dan kedekatannya dengan Pelabuhan Patimban di Subang.

Menurutnya, Majalengka memiliki peluang besar untuk go international, dengan syarat pemimpin daerah harus memiliki visi internasional yang kuat.

Dengan potensi ini, Majalengka dapat berkembang lebih cepat dan harga barang-barang bisa lebih murah karena akses yang lebih mudah dan cepat.

BACA JUGA:Proses PAW Dani Mardani Masih Berjalan, Penggantinya Sudah Mulai Mempersiapkan Diri

Namun, jika pemimpin yang terpilih tidak memiliki visi yang jelas dan hanya menikmati kekuasaan tanpa berupaya mendorong perubahan, maka Majalengka akan tetap stagnan.

Potensi besar yang dimiliki daerah ini bisa saja terabaikan, dan masyarakat tidak akan merasakan manfaat maksimal dari infrastruktur yang sudah ada.

"Majalengka sekarang punya peluang besar untuk go international, asalkan pemimpinnya memiliki visi internasional. Ini bisa membawa kemajuan pesat dan harga barang-barang lebih murah karena akses yang cepat," tegasnya.

Terkait dengan dampak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pencalonan, Prof. Fauzan menyebut bahwa Pilkada tahun ini tidak seramai yang diperkirakan karena ada kecenderungan partai politik mengambil posisi aman dengan bergabung ke partai pemenang.

BACA JUGA:Ahmad Syaikhu dan Haru Suandharu Silaturahmi ke AMS, Ini Hasilnya

"Setelah putusan MK, banyak partai politik yang lebih memilih bergabung dengan pemenang daripada mengusung calon sendiri. Akibatnya, dinamika pilkada tidak lagi menunjukkan kompetisi yang seimbang," jelasnya.

Ia juga menyoroti ketidakmampuan partai politik non-parlemen dalam memanfaatkan putusan MK untuk mengusung calon sendiri.

"Mungkin partai politik merasa waktu pendaftaran terlalu sempit, hanya tiga hari, sehingga tidak siap mengusung calon. Ini sangat disayangkan karena seharusnya partai politik bertugas merekrut calon pemimpin yang berkualitas," ujarnya.

Menurut Prof Fauzan, kondisi ini berpotensi membuat Pilkada hanya menjadi rutinitas belaka, tanpa memberikan pendidikan politik yang berarti bagi masyarakat.

Tag
Share