Musim kemarau yang berkepanjangan berdampak terhadap lahan sawah di Desa Singkup, Kecamatan Japara, Kabupaten Kuningan, mengalami kekeringan. Akibat sulitnya memperoleh air untuk mengairi lahan pertaniannya, petani di Desa Singkup terpaksa melakukan panen dini sebelum waktunya. Padahal, usia tanaman padi menuju masa ideal panen, masih berjarak dua minggu ke depan.
Petani terpaksa panen lebih cepat lantaran minimnya pasokan sumber mata air di area persawahan di desa tersebut. Terlebih desa ini tidak memiliki sumber mata air untuk lahan pertanian. Petani hanya mengandalkan pasokan air dari irigasi yang harus bergiliran dengan desa-desa lainnya.
"Ya terpaksa tanaman padi ini harus dipanen lebih awal, ketimbang nantinya gagal panen. Kami sangat sulit mendapatkan air dari irigasi. Tanah persawahan juga nampak retak-retak. Kalau tetap dibiarkan, tentu kami akan mengalami kerugian. Ya terpaksa dipanen lebih dulu," tutur Asep Ijum, salah seorang petani yang sedang memanen padinya.
Kekeringan yang dialami petani di Desa Singkup, mendapat perhatian dari Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskatan) Kabupaten Kuningan Dr Wahyu Hidayah MSi. Wahyu bersama Kepala UPTD Ketahanan Pangan dan Pertanian Cipicung Didi Rusnandi Ssos MSi dan rombongan ahli pertanian dari Diskatan Kabupaten Kuningan langsung datang ke lahan pertanian yang mengalami kekeringan.
BACA JUGA:1.200 Personel Gabungan Terlibat Operasi Mantap Praja Lodaya
Kedatangan mereka disambut Kepala Desa Singkup Mas'ud bersama para perangkat desanya di wilayah Batu Lamar. Wahyu menyaksikan sendiri kondisi tanaman padi yang meranggas lantaran kekurangan air. Mantan Kepala Diskominfo itu juga melihat kalau persahawahan yang mengalami kekeringan itu merupakan sawah tadah hujan.
Pihaknya mendapat informasi kalau area sawah tadah hujan di Desa Singkup mencapai 3 hektare. Sehingga area sawah dengan karakter tadah hujan ini memang hanya bisa ditanam padi satu kali dalam setahun. Jika pun dipaksa untuk ditanam padi dua kali dalam setahun, maka petani harus mampu menyiapkan ketersediaan pasokan air dari irigasi.
"Sawah tadah hujan setiap tahunnya hanya bisa ditanam satu kali dengan IP 100. Dan kami lihat, petani di Singkup ini berusaha menanam padi untuk kedua kalinya, Seharusnya mereka tidak menanam padi namun menanam palawija. Sebab, untuk menanam padi tetap membutuhkan pasokan air yang cukup banyak,” terang Wahyu di hadapan kepala desa dan petani setempat, Selasa (20/8).
Untuk mengatasi permasalahan ini, Wahyu memberikan solusi dan masukan. Salah satunya dengan membuat sumur bor di wilayah pertanian. Pihaknya siap membantu pompa guna menyalurkan air dari sumur bor ke lahan pertanian. Untuk pengeborannya, Wahyu menyarankan Pemdes Singkup mengalokasikan anggaran di APBDes.
BACA JUGA:Bangunan Ambruk dan Lantai Rumah Ambles
“Ya solusinya harus membuat sumur bor. Sebab di wilayah ini sulit sumber mata air terutama untuk mengairi pertanian. Sehingga jika pun diberikan bantuan pompa, manfaatnya kurang. Beda kalau sudah ada sumur bornya, tentu pompa air sangat dibutuhkan. Dan kami siap memberikan bantuan pompa air,” sebut Wahyu.
Kepala Desa Singkup Mas’ud membenarkan jika lahan pertanian yang mengalami kekeringan merupakan sawah tadah hujan. Para petani terpaksa menanam padi dua kali dalam setahun karena membutuhkan stok pangan untuk kebutuhan sehari-hari. Pihaknya berterima kasih atas perhatian dari Kepala Diskatan Kuningan yang datang langsung ke lokasi pertanian.
“Terima kasih kepada Pak Kepala Dinas Pertanian yang sudah datang ke sini dan melihat langsung kondisi pertanian di desa kami. Sesuai saran dari Pak Kadis, kami akan mengalokasikan anggaran untuk pembuatan sumur bor. Kalau pompa airnya kan nanti dibantu Dinas Pertanian. Mungkin tahun depan sudah bisa dibuat sumur bor,” kata Mas’ud. (ags)