Jika ia menerapkan ekonomi sekuler dalam kehidupannya maka yang ia pedulikan hanyalah keuntungan materi semata tanpa peduli bagaimana jalan yang dia tempuh dalammendapatkan keuntungan tersebut.
Adapun dalam ekonomi islam pengelolaan harta bukan hanya sebatas bagaimana memperoleh harta secara halal namun juga bagaimana seseorang menggunakan, menyimpan dan membelanjakan hartanya turut di atur.
Baik dalam perkara bagaimana memperoleh harta tersebut ataupun bagaimana cara mengelola harta tersebut, semuanya harus dengan cara yang halal dan baik (ma’ruf).
Termasuk dalam kategori baik di sini adalah tidak mendzalimi diri sendiri apalagi sampai mengambil hak orang lain. Orientasi materi yang mengalir dalam darah ekonomi sekuler lah yang pelan-pelan mengikis nilai kemanusiaan dalam diri manusia hari ini.
BACA JUGA:Muncul Baliho Pasangan NIAT
Kenyataan lain hari ini adalah bagaimana sulitnya memperoleh harta juga hampir sama sulitnya dengan bagaimana mengelolanya.
Susah payah memperoleh harta namun tidak dipergunakan dengan baik salah satunya karena terjebak pemikiran instant untuk memperbanyak lagi harta tersebut (judi online) atau membeli barang branded di luar kemampuan hanya sebatas untuk mendapatkan status sosial tinggi dalam pergaulan (gaya hidup hedon).
Inilah dampak nyata ekonomi sekuler yaitu orang digiring untuk berpikir bagaimana dengan modal sekecil-kecilnya bisa mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat dengan menghalalkan segala cara.
Dalam level bernegara, dampak penerapan ekonomi sekuler lebih terasa akibatnya. Ekonomi sekuler menganggap bahwa negara tidak memiliki kewajiban penuh atas pelayanan terhadap rakyatnya. Sebaliknya dalam ekonomi islam tidak demikian.
BACA JUGA:Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur
Dalam ekonomi islam, ruh pelayanan negara adalah ri’ayah asy-syu’un al-ummah (pengurusan urusan rakyat).
Negara tidak dalam posisi mencari keuntungan sebesar-besarnya atas pelayanan kepada rakyatnya, namun sebaliknya negara lah yang memberikan fasilitas hidup kepada rakyatnya seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan yang memadai secara cuma-cuma.
Negara juga memiliki kewajiban menciptakan lapangan kerja yang kondusif sehingga mendorong banyak orang untuk bisa produktif dalam memperoleh harta yang halal dan ma’ruf. Jadi permasalahan dekadensi moral ini tidak akan selesai jika perbaikannya tidak dilakukan secara sistemik dalam level negara.
Kita hidup di negara yang beragama bukan di negara tanpa Tuhan, ketuhanan yang Maha Esa. Dalam islam, jelas sekali telah diperingatkan bahwa kerusakan akan terus menerus terjadi saat kemaksiatan dibiarkan.
BACA JUGA:Soal Pilkada Kota Cirebon 2024, PPP Belum Tentukan Sikap
Alquran telah memperingatkan tentang ma’isyatan danka yaitu kehidupan yang tertekan, sengsara, dan dada merasa sempit karena berpaling dari peringatan agama.