Oleh: Dyane Riri Arita Cindepuspita
FILM merupakan salah satu jenis hiburan yang sering dikonsumsi oleh orang-orang untuk menghibur dirinya dari rutinitas melelahkan. Film sendiri memiliki definisi sebagai sebuah medium komunikasi audio visual yang tak hanya memberikan hiburan, tapi juga menawarkan informasi, dan bahkan bisa menyentuh emosi penontonnya.
Menurut Hiawan Pratista (2008), film adalah media audio visual yang menggabungkan kedua unsur, yaitu naratif dan sinematik. Dalam film juga ada genre tersendiri yang bisa dipilih oleh masyarakat termasuk remaja.
Film memiliki kekuatan yang luar biasa dalam memengaruhi pemikiran dan perilaku penontonnya. Film dengan genre “Thriller” maupun “Horor” ini menampilkan narasi yang gelap dan penuh dengan kekerasan, yang dapat memengaruhi kecenderungan kekerasan pada remaja di Indonesia.
Pada tahun 2020, Indonesia digemparkan oleh kasus NF seorang anak berusia 15 tahun, pembunuh APA, bocah perempuan berusia 5 tahun yang jenazahnya dibiarkan di dalam lemari. NF mengaku ia gemar menonton film horor dan pembunuhan sadis. Film tersebut jugalah yang menginspirasi NF membunuh APA.
BACA JUGA:Jalan Sehat HAB Ke-78 Kemenag Indramayu Meriah, Bagikan Sembako hingga Bantu Palestina
Mengacu pada teori Albert Bandura, kasus ini dapat dikaji dengan teori observational learning, di mana NF mempelajari tindakan kekerasan dan agresi yang disebut oleh Bandura sebagai behavioral modeling. Menurut Santoso dan Zulfa (2001) behavioral modeling merupakan suatu proses peniruan perilaku dari tingkah laku orang lain, yang dalam kasus ini didapatkan dari media (film).
Dilansir dari KompasTV, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, NF kerap menonton salah satu film yakni Chucky yang mengisahkan tentang boneka pembunuh dan popular pada tahun 1980-an. Polisi mendapat pengakuan tersebut saat memeriksa NF secara mendalam dan hati-hati usai menyerahkan diri.
Bandura (dalam Hall & Lindzey, 1985), menjelaskan bahwa terdapat tiga model yang ditiru dalam observational learning. Pertama, dari seseorang yang nyata berada di dekat peniru. Efek peniruan sangat mungkin terjadi ketika perilaku yang dimodelkan dapat diterima secara sosial.
Kedua, modeling dari seseorang yang mungkin tidak dalam lingkup peniru dan perilakunya tidak dapat diterima secara sosial, atau menyimpang, juga dapat memengaruhi peniru. Ketiga, merupakan bentuk modeling yang ditiru pada kasus NF yaitu model simbolik, yang merupakan peniruan dari suatu karakter fiksi baik dalam film atau televisi.
BACA JUGA:Helat Tradisi Sedekah Bumi, Warga Kongsijaya Indramayu Gelar Doa Bersama
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Amelia & Fitriyani (2016), menunjukkan bahwa intensitas menonton tayangan kekerasan memberikan peranan terhadap perilaku agresif. Dari kasus ini, dapat diperoleh pembelajaran bahwa orang tua harus bisa memantau dan membatasi tontonan anaknya yang masih di bawah umur.
Kasus tersebut dapat menjelaskan bahwa masa tumbuh kembang remaja pada usia-usia tersebut terbilang sangat penting karena sekecil apa pun perlakuan lingkungannya akan memengaruhi perkembangannya. Ketika apa yang dia lihat baik, ia akan tumbuh menjadi baik.
Namun ketika apa yang ia lihat buruk, dikhawatirkan akan melakukan hal buruk juga. Maka dari itu penting sekali peran orang tua, guru, dan lingkungan sekitar dalam mengedukasi tontonan yang baik sehingga dapat memunculkan perilaku yang baik di masa yang akan datang. (*)
Penulis adalah Mahasiswa Magister Psikologi Sains Universitas Padjadjaran