MAJALENGKA - Di tengah meningkatnya kesadaran terhadap isu kekerasan seksual pada anak disabilitas, penelitian terbaru dari Prodi Pendidikan Khusus, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), menawarkan pendekatan inovatif yang dapat memberikan dampak signifikan.
Penelitian oleh Tim peneliti S3 ini memfokuskan pada penerapan Model Pentahelix untuk meningkatkan pemahaman perlindungan diri terhadap kekerasan seksual pada peserta didik tunarungu.
Penelitian ini menyoroti pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk orang tua, sekolah, komunitas, dan tenaga kesehatan, untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak disabilitas.
Model Pentahelix menekankan pentingnya sinergi antara lima unsur utama: keluarga, sekolah, komunitas, pemerintah, dan media.
BACA JUGA:Akhirnya Bisa Berangkat Haji
Setiap unsur memiliki peran penting dalam memberikan edukasi, dukungan, dan perlindungan bagi peserta didik tunarungu.
Penelitian ini menunjukkan bahwa melalui pendekatan kolaboratif, pemahaman dan kesadaran akan bahaya kekerasan seksual dapat ditingkatkan secara signifikan di kalangan anak-anak tunarungu dan pihak-pihak yang terlibat dalam keseharian mereka.
Implementasi model dilakukan dalam Lokakarya di Cimahi, yang diadakan pada tanggal 14 Mei 2024, oleh Tim Peneliti dari Prodi Pendidikan Khusus (PkH) UPI, dengan tema "Peningkatan Pemahaman Perlindungan Diri terhadap Kekerasan Seksual pada Peserta Didik Tunarungu" di Aula SLBN A Citeurup, Cimahi.
Lokakarya ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk kepala sekolah, guru, orang tua, tenaga kesehatan, dan perwakilan dari berbagai organisasi masyarakat.
BACA JUGA:Kapolresta Cirebon Kunjungi Karda, Tinggal Seorang Diri di Rumah Tak Layak Huni
Dalam acara tersebut, Arif Prawira, ketua penyelenggara, menegaskan pentingnya kolaborasi dalam menangani isu kekerasan seksual.
"Kami mencoba mengkolaborasikan sekolah, orang tua, dinas, akademisi, serta unsur masyarakat untuk bersama-sama memikirkan dan mencari solusi," ujarnya.
Kepala Sekolah SLBN A Citeurup, H. Sudarman, menekankan perlunya penanganan menyeluruh dan kolaboratif dalam menghadapi kasus kekerasan seksual pada anak disabilitas.
Selain itu, dr Juara dari Puskesmas Citeurup mengungkapkan bahwa puskesmas telah membuka posko layanan konsultasi dengan psikolog dan dokter untuk membantu korban kekerasan seksual.
BACA JUGA:Penanganan Stunting Harus Jadi Prioritas