Oleh: Subandi MHum
STUNTING adalah gangguan tumbuh kembang pada anak lantaran gizi buruk, infeksi berulang, serta stimulasi psikososial yang tidak memadai. Kondisi ini ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak berada di bawah standar.
Secara medis, stunting terjadi ketika tinggi badan anak berada di bawah kurva pertumbuhan yang seharusnya. Anak pengidap stunting cenderung memiliki IQ rendah serta sistem imun yang lemah. Berdasarkan data WHO, di dunia masih terdapat 22,3 persen anak usia di bawah 5 tahun yang menderita stunting.
Menurut hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022 angka prevalensi stunting di Indonesia sebesar 21,6 persen. Sementara pemerintah menargetkan prevalensi stunting di tahun 2024 turun hingga 14 persen.
Suatu studi telah dilakukan di salah satu negara Asia Selatan pada tahun 2018 secara cross sectional. Dari hasil studi yang menyasar anak di bawah usia lima tahun dengan jumlah 52.602 anak, didapatkan 40 persen menderita stunting.
BACA JUGA:Inilah 10 Jalan Utama di Kabupaten Indramayu yang Harus Steril dari APK
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka anak penderita stunting, dengan faktor yang paling signifikan kasus stunting pada anak balita disebabkan karena status perekonomian keluarga dan tingkat pengetahuan ibu. Anak-anak dari rumah tangga berpendapatan rendah memiliki peluang tertinggi untuk mengalami stunting.
Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mengakses makanan yang sehat, beragam, terjangkau, dan bergizi serta akses layanan kesehatan. Studi lain yang dilakukan di salah satu negara Amerika Utara, bahwa perkembangan bahasa dapat terpengaruh pada anak-anak yang mengalami stunting karena status gizi mereka yang terganggu.
Anak-anak dengan stunting dapat menderita gangguan fisik dan kognitif permanen yang dapat berlangsung seumur hidup. Hasil studi di atas mendukung catatan dari banyak literatur tentang dampak negatif stunting pada tumbuh kembang anak.
Dampak yang ditimbulkan bermacam-macam seperti terhambatnya tumbuh kembang anak, pertumbuhan otak terganggu, timbul gangguan kognitif dan motorik anak, serta ukuran fisik tubuh anak tidak berkembang secara optimal sesuai dengan umurnya.
BACA JUGA:NCW Sebut Indonesia Dalam Kondisi Darurat Korupsi
Stunting dapat memberikan dampak jangka panjang pada anak. Menurunnya kapasitas intelektual anak berdampak pada konsentrasi belajar sehingga berpengaruh pada prestasi belajar dan produktivitasnya ketika dewasa. Dampak lainnya yakni menurunnya imunitas atau kekebalan tubuh serta munculnya risiko mengalami penyakit degeneratif ketika dewasa.
Dengan pemantauan tumbuh kembang pada anak yang dilakukan secara rutin, deteksi dini dan pencegahan stunting dapat dilakukan. Pencegahan stunting sebaiknya dilakukan pada masa awal kehamilan dengan mulai menerapkan pola makan seimbang dan gaya hidup sehat.
Pencegahan stunting di usia balita bisa dimulai dengan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif selama enam bulan penuh di awal.
Dilanjutkan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) mulai usia 6 bulan hingga 24 bulan dan pemberian imunisasi dasar lengkap serta tablet vitamin A. Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dapat mencegah risiko sakit infeksi berulang yang disebabkan oleh bakteri, jamur, dan virus.
BACA JUGA:Dekan Baru, Harus Bisa Jaga Reputasi UGJ