Kenaikan PBB Ugal-Ugalan, Lurah Merasa Jadi Bemper
CIREBON - Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Cirebon disoroti karena kenaikannya yang dinilai ugal-ugalan.
Kenaikan tersebut mencapai hingga 300 persen dari jumlah yang biasanya dibayarkan oleh warga.
Tak heran jika kenaikan ini menjadi keluhan utama di kalangan masyarakat.
Nurul, seorang warga dari kecamatan Kesambi yang diwawancarai oleh Radar, mengeluhkan kenaikan PBB tahun ini yang mencapai berlipat-lipat.
Dia mengungkapkan bahwa tahun sebelumnya, PBB yang harus dibayarkan hanya sekitar Rp300 ribu, namun tahun ini naik menjadi Rp1,2 juta.
Meskipun Pemerintah Kota Cirebon memberlakukan diskon hingga 40 persen, namun bagi warga, hal tersebut masih dirasa sangat memberatkan.
”Bayangkan dari sebelumnya Rp300 ribu naik menjadi 1,2 juta,” keluhnya.
Sementara itu, salah satu lurah yang diwawancarai oleh Radar juga mengeluhkan dampak kenaikan pajak PBB terhadap kelurahannya, karena kelurahan mendapatkan keluhan langsung dari masyarakat.
”Kami mendapatkan keluhan dari warga terkait kenaikan PBB yang mencapai 300 persen. Ketika ada penolakan dari warga, baru kami, sebagai lurah, dan camat diundang untuk rapat,” keluhnya.
Gelombang protes warga terhadap kenaikan PBB ini, menurut salah satu lurah yang tidak ingin disebutkan namanya, berdampak pada banyaknya masyarakat yang mengajukan surat keterangan tidak mampu (SKTM).
Karena tidak bisa menahan keinginan warga, dia mempersilakan warga untuk mengajukan surat SKTM.
Lurah Sukapura, Achmad Muhaimin, mengaku belum mendapatkan laporan tentang peningkatan jumlah warga yang mengajukan SKTM karena kenaikan PBB.
”Belum, saya belum mendapatkan laporan mengenai peningkatan jumlah warga yang mengajukan SKTM akibat kenaikan PBB,” ujarnya.
Camat Kesambi, Imbang Isnaeni, menjelaskan bahwa memang terjadi kenaikan PBB, namun kenaikannya tidak merata.
Jika nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di atas Rp500.000.000, maka kenaikannya mencapai 3 kali lipat.