Fakta tersebut menunjukkan masih adanya kesenjangan dalam hal upah maupun partisipasi ekonomi perempuan. Selain upah yang relatif lebih rendah dari laki-laki, perempuan juga kadang mendapatkan diskriminasi dalam memperoleh peluang pasar tenaga kerja maupun peluang untuk mendapatkan peningkatan karir. Kondisi ini yang disebut terminologi ‘Glass Ceiling’.
Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab dari kondisi ini, diantaranya terkait keterampilan, fasilitas di tempat kerja, akses dan juga kultur budaya di masyarakat. Paham patriaki memandang laki-laki lebih superior di semua lini kehidupan. Sedangkan perempuan dianggap lebih identik dengan kegiatan domestik dalam rumahtangga.
Perlu ada upaya bersama baik dari pemerintah maupun swasta untuk menghilangkan sekat diskriminasi gender di semua lini. Perempuan harus diberi akses yang mudah untuk mendapatkan pendidikan dan keterampilan. Aturan jam kerja dan fasilitas di tempat kerja harus memberikan kemudahan bagi perempuan untuk berkarya tanpa menghilangkan fungsi soasialnya di dalam rumahtangga.
BACA JUGA:5 Pemain Timnas Indonesia U-23 Dipastikan Takkan Dipanggil Lagi Selepas Piala Asia U-23 2024
Ibarat ‘The broken ladder’, tangga ke kesetaraan gender tampaknya ada. Namun anak tangga yang menuju ke kesetaraan upah ternyata masih belum berfungsi dengan baik.
Penghapusan isu diskriminasi gender di semua bidang harus terus menjadi bagian dari agenda pembangunan nasional. Kesenjangan upah buruh perempuan menjadi salah satu tantangan yang perlu ditangani secara serius dalam upaya memastikan hak-hak ekonomi yang adil bagi semua warga negara Indonesia. (*)
Penulis adalah Statistisi Madya BPS Kabupaten Cirebon