Oleh: Subandi MHum
KEADILAN gender adalah idiom yang begitu populer dalam masyarakat modern. Menghilangkan segala bentuk kesenjangan sosial merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah, dan acuan untuk memahami kesetaraan dan kesenjangan adalah hukum adat atau akal rasional.
Dalam pandangan lain, keadilan gender merupakan bagian dari teori keadilan umum yang mempunyai landasan dan dampak tersendiri, seperti fakta bahwa Allah SWT adalah sumber otoritas dalam menentukan contoh keadilan.
Oleh karena itu, ketika para pendukung keadilan gender, dari kedua spektrum yang menggunakan konsep ini saat ini, membicarakan dan mendiskusikannya, mereka mungkin tidak memiliki pemahaman yang sama, mereka tidak membicarakan asal usul yang sama.
BACA JUGA:Konsisten Produksi Beras Organik
KEADILAN GENDER DALAM LITERATUR BARAT
Para filsuf liberal modern menganggap kesetaraan sebagai syarat penting bagi terwujudnya keadilan.
Sikap liberal dalam filsafat hukum dan etika memaknai keadilan sebagai kesetaraan dan menganggap kebalikan dari keadilan sebagai diskriminasi dan ketimpangan.
Dari sudut pandang mereka, perbedaan apa pun yang didasarkan pada hukum sosial, yang sumbernya bukan upaya individu, dianggap sebagai contoh diskriminasi dan penindasan. Dari sini kita dapat memahami makna diskriminasi gender yang disajikan dalam pengertian liberal yang sama dalam literatur hukum modern dan wacana feminis.
BACA JUGA:PKB Jaring Cabup-Cawabup untuk Pilkada Serentak 2024
Dalam pandangan ini, gender tidak dapat menjadi faktor pembeda dalam menikmati hak, kesempatan dan fasilitas, dan perbedaan takwini antara laki-laki dan perempuan dianggap sebagai perbedaan jenis kelamin semata, dan itu seperti perbedaan warna kulit dan wajah yang tidak layak menjadi dasar perbedaan hak.
Penikmatan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan.
Upaya feminis tidak berhenti hanya pada mendefinisikan istilah-istilah keadilan, namun dengan memisahkan kata seks dari gender, mereka mengambil langkah teoritis pertama untuk mengadopsi strategi egaliter.
Para penulis feminis berusaha keras menampilkan gender sebagai sebuah konstruksi dalam analisis mereka mengenai feminitas dan maskulinitas serta mereduksi pentingnya hegemonik perbedaan antara laki-laki dan perempuan demi kepentingan kesetaraan.
BACA JUGA:Pastikan Pelayanan Publik Normal