CIREBON - Pasalnya, terlalu beresiko. Meski demikian, tidak sedikit masyarakat memanfaatkan perjalanan umrah backpacker.
Mungkin, dianggap lebih efesien dari sisi biaya.
Mengingat, tingginya biaya umrah melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Perbandingan itulah yang kemudian dijadikan landasan masyarakat memilih umrah backpacker atau umrah mandiri.
BACA JUGA:Warga Binaan Lapas Kelas 1 Cirebon Semangat Belajar Ilmu Agama Islam
Kasi PHU Kemenag Kabupaten Cirebon H Yuto Nasikin SAg MPdI menyampaikan, Kemenag tidak menyarankan masyarakat Kabupaten Cirebon memproses perjalanan ibadah umrah mandiri. Sebab, sangat berisiko.
“Oleh karena itu, kami tidak merekomendasikannya. Toh lembaga resmi PPIU juga di kita sudah banyak,” ujar Yuto saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (25/3).
Alasan lainnya, karena banyak jamaah umrah backpacker disana yang terlantar.
Terlebih bagi jamaah yang baru berangkat ke tanah suci.
“Sangat tidak direkomendasikan. Dari segi keamanan dan kenyamanannya tidak terjamin. Tapi, kami akui banyak sekali (jamaah umrah backpacker, red),” ungkapnya.
BACA JUGA:Berada di Pusat Kota Jatibarang dan Depan Stasiun, RTH Jatibarang Enak Buat Ngabuburit
Kendati demikian, pihaknya tidak berani menyebut berapa total jumlah peminat umrah backpacker per tahunnya. Karena penyelenggaraan umrah, bukan lagi di Kemenag melainkan di PPIU.
“Per Maret 2023, Kemenag sudah tidak merekomendasikan paspor umrah. Itu putusan dari pusatnya begitu. Tidak lagi mendapat rekom dari Kemenag untuk pemohon paspor. Kami hanya menangani soal haji,” katanya.
Hanya saja, tren umrah backpacker sendiri mengalami peningkatan pasca pandemi. Meskipun sebelum pandemi pun sebenarnya sudah marak.
Hanya saja, kalau setelah pandemi, Arab Saudi mengeluarkan regulasi, mengizinkan penerbitan visa elektronik untuk turis di sejumlah negara digunakan untuk tujuan umroh.