CIREBON – Terus berkurangnya luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Cirebon mengundang keprihatinan.
Alih fungsi RTH, semakin marak dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, nyaris dilegalkan manakala Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2024-2044 jadi disahkan menjadi perda.
Di Kota Cirebon, area yang jelas-jelas secara aturan berstatus RTH, dengan mudahnya berubah bentuk.
Misalnya, dari lahan kosong menjadi berdiri bangunan-bangunan, baik itu semi permanen hingga Gedung permanen.
BACA JUGA:Belum Ada Perbaikan dari BBWS,Tebing Sungai Cisanggarung Makin Kritis
Bahkan, kebun jati yang rimbun pun berubah jadi gundul walaupun berstatus RTH.
Padahal, kewajiban penyediaan RTH ini merupakan syarat mutlak yang mesti dipenuhi oleh suatu daerah.
Yakni, dengan ketersediaan minimal dari total luas wilayah adalah 20 persen RTH publik yang disediakan pemerintah, serta 10 persen RTH private yang dimiliki perorangan atau badan swasta lainnya.
Bahkan, luasan RTH yang tersedia saat ini, angka riilnya jauh lebih kecil dari yang tercatatkan dalam dokumen Raperda RTRW yang kemarin gagal disahkan, di rapat Paripurna antara DPRD Kota Cirebon dengan Pemerintah Kota Cirebon.
BACA JUGA:Harusnya Bulan Depan Bisa Panen, Ratusan Hektare Sawah Terendam Banjir dan Gagal Panen
Ketua Komisi I DPRD Kota Cirebon H Dani Mardani SH MH menyebutkan, menurut informasi jika RTH atau kawasan lindung yang saat ini tercantum di Raperda RTRW memiliki luas 7,3 persen.
Ada lagi, informasi lain yang menyebutkan jika luasan RTH publik berdasarkan hasil audit BPK, saat ini tinggal 6,5 persen.
“Walaupun di Raperda RTRW diklaim masih ada 8 sekian persen, tapi informasi dari hasil audit BPK, RTH publik yang jadi asset milikn Pemda Kota Cirebon, tinggal 6,5 persen. Karena memang banyak sekali yang mengalami alih fungsi,” ujarnya.
Misalnya, sebut dia, kawasan RTH di Karanganom yang sekarang sudah jadi permukiman.
BACA JUGA:Gus Miftah vs Kemenag: Ribut Gara-gara Pengeras Suara Masjid dan Musala saat Ramadan