Bulan lalu, hati saya luka ketika melihat sebuah video yang tersebar melalui media sosial. Dalam video tersebut, seorang perempuan diperlihatkan sedang dicabuli oleh seorang pengendara motor trail dengan tangannya di sebuah daerah wisata yang berlokasi di Kabupaten Malang.
Entah atas kesadaran perempuan itu atau tidak, aktivitas kedua pihak tersebut terlihat jelas sangat mengganggu. Si Mbak terlihat kesakitan, pemotor tersebut melecehkan Si Mbak dengan tangannya yang masih mengenakan sarung tangan. Saya bergidik ngilu melihat video tersebut, kemudian saya menangis ketika melihat kolom balasannya.
Ketika tatanan masyarakat secara tidak sadar tumbuh dengan nilai-nilai misoginis dalam dunia patriarki, maka doktrin melemahkan perempuan juga secara tidak sadar ikut tumbuh bahkan dalam kaum perempuan sendiri.
Kolom balasan tidak hanya dipenuhi oleh laki-laki yang melontarkan celetukan tak senonoh, tapi juga perempuan lain yang berusaha mensucikan image-nya di depan khalayak umum.
BACA JUGA:Aksi Cristiano Ronaldo Tolak Hadiah Penalti dari Wasit Kini Viral
Ketika seharusnya kita bahu-membahu menegaskan celah besar yang hidup antara laki-laki dan perempuan, beberapa perempuan malah terlena dalam iming-iming puja-puji yang mereka anggap sebagai pengumpan ego.
Tidak terbesit kah sedikit empati tentang bagaimana mereka dan Si Mbak dihadapkan pada kesempatan yang berbeda, bahwa Si Mbak hanya dihadapkan pada pilihan-pilihan yang terbatas?
Ironis sekali melihat para perempuan menuntut agar celah ini hilang, sementara mereka kira celah itu dapat ditutup dengan timbunan harga diri kaumnya yang mereka korbankan. (*)
Penulis adalah Pengurus PKK Desa Wanantara Indramayu