JAKARTA - Cukup banyak pelanggaran digital atau internet yang ditemukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI selama masa kempanye. Bawaslu telah mencatat sebanyak 204 pelanggaran konten internet.
Dari 204 konten internet tersebut melanggar ketentuan Pasal 280 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 28 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Selama 36 hari masa kampanye Pemilu 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menemukan 204 pelanggaran konten internet. Temuan ini berasal dari pengawasan siber, penelusuran melalui Intelligent Media Monitoring (IMM) Bawaslu yang dapat diakses melalui https://imm.bawaslu.go.id, dan analisis aduan masyarakat," Kata anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty.
BACA JUGA:Antisipasi Pohon Tumbang, DPRKP Siagakan Piket 24 Jam
Kata dia, pelanggaran konten internet pada tahap kampanye terbagi atas tiga jenis, yaitu ujaran kebencian, politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta pelanggaran berita bohong. Dari jenis-jenis pelanggaran tersebut, ujaran kebencian merupakan yang paling banyak, mencakup 194 konten atau sekitar 95 persen. Diikuti oleh politisasi SARA dengan 9 konten atau sekitar 4 persen, dan pelanggaran berita bohong dengan 1 konten atau sekitar 1 persen.
Lolly juga membeberkan bahwa mayoritas pelanggaran konten internet menggunakan media Instagram, yakni sebanyak 72 konten (35 persen), Facebook 69 konten (34 persen), Twitter 54 konten (27 persen), TikTok 7 konten (3 persen), dan YouTube menyumbang jumlah pelanggaran konten yang paling sedikit, yaitu 2 konten (1 persen).
Dari segi sasaran pelanggaran konten internet, mayoritas diarahkan pada pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dari total 204 konten yang melanggar, 196 diantaranya menyasar pasangan calon presiden dan wakil presiden, sementara 8 konten sisanya menyasar penyelenggara pemilu, yakni Bawaslu (6 konten) dan KPU (2 konten). (**)