Dikatakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) memiliki waktu 7 hari kedepan untuk berfikir apakah mengajukan banding atau menerima putusan. “Menurut hukum acara, Jaksa Penuntut Umum memiliki waktu 7 hari setelah putusan pengadilan untuk pikir-pikir apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan. Jadi kita tunggu sikap JPU," tuturnya, dikutip dari Disway.
BACA JUGA:BNSP Meluncurkan LSP P3 di Cirebon
KEBERATAN UANG PENGGANTI
Sementara itu, kuasa hukum Suparta, Andi Ahmad merasa keberatan atas uang pengganti yang dibebankan terhadap kliennya. Ia menilai perlu pertimbangan lebih lanjut, mengingat untuk menghasilkan bijih timah juga membutuhkan biaya eksplorasi maupun pengolahan.
“Hasilnya itu adalah biji timah. Tidak mungkin biji timah keluar langsung dari perut bumi tanpa ada biaya operasional. Yang menikmati hasilnya kan PT Timah, bukan hanya klien kami," kata Andi usai persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (23/12).
Andi menegaskan, perlu vonis yang adil dalam kasus ini, termasuk menyangkut denda dan kewajiban uang pengganti. Sebab, Suparta bekerja sebagai pimpinan di perusahaan dengan IUP yang resmi, bukan penambang illegal. “Namun yang pasti ada satu poin yang kami tangkap bahwa PT RBT bukanlah penambang ilegal,” ucapnya, dikutip dari Jawa Pos.
Adapun terkait penyitaan harta, tim pengacara juga menyebutkan bahwa sebagian besar harta yang dipermasalahkan telah dimiliki Suparta sebelum periode perkara dimulai pada 2015. “Kami perlu membaca pertimbangannya lebih lanjut. Ada aset yang sudah diperoleh sejak 2010 dan 2012. Ini harus kami kaji," ujar Andi.
BACA JUGA:Liburan Seru di Aston Cirebon Hotel
Meski demikian, Andi menyatakan pihaknya masih pikir-pikir atas vonis hakim terhadap kliennya. Sesuai aturan, memiliki waktu tujuh hari untuk memutuskan apakah akan mengajukan banding. “Kami belum menerima salinan putusan. Setelah ini, kami akan berdiskusi untuk menentukan langkah hukum selanjutnya," ucap Andi.
ASET HARVEY MOEIS
Andi Ahmad juga mempertanyakan putusan hakim yang memerintahkan penyitaan seluruh aset terdakwa, termasuk harta yang bukan atas nama Harvey Moeis. Aset yang disita termasuk milik Sandra Dewi, istri dari Harvey Moeis.
Adapun aset Sandra Dewi juga turut disita dalam kasus ini. Yakni berupa tas, logam mulia, dan rekening deposito senilai Rp33 miliar. “Kalau semua harta ini disita, termasuk yang atas nama Sandra Dewi, padahal mereka sudah pisah harta, ini tentu perlu kami kaji lebih dalam," kata Andi.
Ia mempertanyakan terkait penyitaan harta milik Sandra Dewi. Ia mengaku akan mempertimbangkan langkah hukum setelah menerima salinan putusan. “Kami belum menerima salinan putusan, jadi belum tahu apa yang menjadi dasar amar putusan ini. Tapi yang jelas, kami akan mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut dalam waktu tujuh hari ke depan," terang Andi.
BACA JUGA:Bebas Denda dan Diskon , Akhir Tahun, Pemkot Genjot Realisasi PBB
Menurutnya, Harvey dan Sandra Dewi telah pisah harta sebelum menikah. Karena itu, ia mempertanyakan aset yang disita sebelum tempus perkara atau terjadinya tindak pidana, pada 2015. “Ada aset yang didapat pada 2012 dan 2010, jauh sebelum dugaan tindak pidana terjadi. Ini yang akan kami dalami dalam analisis kami," papar Andi.
Di sisi lain, Andi memandang vonis 6 tahun dan 6 bulan penjara kepada Harvey Moeis dengan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan masih memiliki sejumlah kelemahan. “Yang menjadi perhatian kami, amar putusan ini hampir identik dengan tuntutan jaksa. Kami tidak melihat adanya analisis yang mendalam dari sisi hakim," cetus Andi.