Aipda Robig Zaenudin, polisi penembak tiga pelajar di Kota Semarang, Jawa Tengah, divonis pemberhentian tidak dengan hormat alias dipecat. Putusan itu diketok dalam sidang etik di Mapolda Jawa Tengah, Kota Semarang, Senin (9/12). Personel Polrestabes Semarang itu diduga melakukan tindakan berlebihan yang mengakibatkan tewasnya pelajar 17 tahun, Gamma Rizkynata Oktafandy, dan melukai dua pelajar lainnya.
Peristiwa itu terjadi pada Minggu dini hari, 24 November lalu, di Jalan Candi Penataran, Kota Semarang. Gamma tewas di rumah sakit akibat insiden penembakan tersebut. Sementara itu, dua kawan sekolahnya, A, terserempet peluru di dada, dan S terkena tembakan di tangan kiri.
Sidang etik berlangsung di Mapolda Jawa Tengah, Kota Semarang. Sampai pukul 21.00, putusan sidang yang berlangsung tertutup tersebut belum diumumkan.
Kabidhumas Polda Jateng Kombespol Artanto mengungkapkan, sidang kode etik dipimpin AKBP Edi Sulistyo, anggota Ditresnarkoba Polda Jateng. ”Yang hadir dalam sidang ada terperiksa, saksi-saksi, keluarga almarhum, dihadiri Kompolnas juga untuk menyaksikan rangkaian acara sidang ini,” ungkapnya kemarin.
BACA JUGA:Perbaikan Infrastuktur Kota Berkelanjutan
Robig menggunakan seragam lengkap, termasuk topi dan rompi hijau bertulisan Patsus di bagian belakang. Dia lebih sering menundukkan kepala ketika dibawa masuk ke ruang sidang dengan dikawal anggota Provos Polda Jateng.
Sementara itu, A, korban penembakan Aipda Robig Zaenudin, mengaku sangat terkejut ketika tiba-tiba ditembak. Siswa kelas XII SMKN 4 Semarang tersebut tak menyangka sepulang dari nongkrong bersama teman-temannya mendapat musibah mengerikan seperti itu.
”Ya kaget itu, langsung nodong kok. Kalau cuma turun di tengah masih mikir, ah mungkin apa. (Kalau ini, red) langsung nodong,” katanya.
Ditemui seusai tes di sekolahnya, A sempat menunjukkan bekas luka tembakan di dadanya. Terlihat luka itu ditutup perban. Ditanya apakah terjadi serempetan dengan polisi seperti yang disampaikan Kapolrestabes Semarang, A menegaskan tidak. Menurut dia, jika terjadi serempetan, dirinya semestinya juga jatuh.
BACA JUGA:Delapan PTKIN Masuk 100 Kampus Terbaik Indonesia, UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon Raih Peringkat 19
”Saya posisi ketembak kan tangan satu, tangan satu kan mesti jatuh. Ini nggak jatuh. Habis ketembak, dor, langsung lemes,” ujarnya sembari memperagakan posisi menyetir.
Kala itu, dia berboncengan dengan S, korban penembakan yang juga selamat. Malam itu, dia memang nongkrong bersama teman-temannya di daerah Kalipancur, Kecamatan Ngaliyan, tidak jauh dari lokasi penembakan di depan minimarket di Jalan Candi Penataran.
Saat pulang seusai makan, dia bersama rombongannya naik tiga sepeda motor masing-masing berboncengan. Tiba-tiba ada orang yang menembak. Otomatis dari semula ketiga motor beriringan mendadak ngebut karena kaget dan takut.
”Nggak ada (peringatan, red), langsung der, der, langsung aja. Itu saya lihatnya satu doang ke saya, nggak tahu sebelumnya, tapi ternyata kok sudah ada tembakan sebelumnya,” bebernya.
BACA JUGA:Timnas Indonesia Menang Tipis Atas Myanmar 1-0, Coach STY Puji Performa Pemain