Manajer Keuangan PT Refined Bangka Tin (RBT) Ayu Lestari mengungkapkan, pihaknya telah membayar dana jaminan reklamasi sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap pelestarian lingkungan di wilayah pengoprasian tambang. Dana jaminan pemulihan lingkungan itu dibayarkan saat mengajukan izin usaha pertambangan (IUP).
Pernyataan itu disampaikan Ayu saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pada pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 yang menjerat Harvey Moeis, Suparta, dan Reza Andriansyah dari pihak PT Refined Bangka Tin (RBT).
"PT RBT pernah menempatkan jaminan reklamasi setiap tahunnya," kata Ayu saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (9/9).
Namun, Ayu mengaku tak ingat nominal dana jaminan yang dibayarkan untuk pelestarian lingkungan tersebut. Ia mengklaim, nominal yang dibayarkan sesuai dengan ketentuan dari Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) setempat.
BACA JUGA:Puan Tak Bantah Pertemuan Megawati-Prabowo Bahas Kemungkinan Koalisi
"Jumlahnya ratusan juta, dan dasar jumlah penempatan jaminan reklamasi berdasarkan surat dari Dinas ESDM," ucap Ayu.
Lebih lanjut, ia juga memastikan bahwa dalam menjalankan kegiatannya, PT RBT memeroleh bijih timah dari wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah. "Bijih timah yang dipergunakan untuk kerja sama adalah bijih timah yang diperoleh langsung dari IUP PT Timah," ujar Ayu.
Sebagaimana diketahui, suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis didakwa atas kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015–2022.
Harvey Moeis didakwa terkait posisinya sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT). Harvey Moeis disebut diuntungkan senilai Rp 420 miliar bersama Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim.
BACA JUGA:Antisipasi Indonesia Emas Sekedar Mimpi
Harvey Moeis sebagai perwakilan PT RBT berperan mengkoordinir pengumpulan uang pengamanan dari para perusahan smelter swasta di Bangka Belitung. Perusahaan smelter itu yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa. Perbuatan Harvey Moeis itu sepengetahuan petinggi PT RBT, yakni Suparta selaku direktur utama dan Reza Andiransyah selaku direktur pengembangan usaha.
Masing-masing perusahaan itu menyetor besaran uang pengamanan yang berbeda, dari USD 500 sampai dengan USD 750 untuk setiap ton bijih timah. Uang itu dikumpulkan dalam bentuk seolah-olah corporate social responsibility (CSR) PT RBT.
Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Selain itu, Harvey Moeis juga didakwa pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (jp)