Oleh: Munib Rowandi*
DIHAPUSNYA ranking kelas di rapor Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka, membuat seorang ibu mengeluh. Sepertinya peniadaan ranking di Kurikulum 2013 menjadikan anak-anak “buta peringkat kelas”.
Tidak hanya itu, hal tersebut membuat iklim belajar menjadi rendah, sebab tidak ada penghargaan ataupun peringkat yang dinanti, begitu ibu itu mengeluarkan keluhannya.
Menurutnya, dengan tidak adanya ranking, membuat dirinya selaku orang tua menjadi susah untuk memantau sejauh mana perkembangan anak di kelas.
BACA JUGA:Sama-sama Merasa Berjasa, Effendi Edo dan Siti Farida Hadiri HUT Partai Demokrat
Keluhan tersebut merupakan keluhan umum yang sering disampaikan orang tua pada guru atau pihak sekolah.
Di sisi lain, sekolah masih menerapkan prestasi rapor untuk berbagai kebutuhan, termasuk untuk masuk perguruan tinggi, masuk dari SD ke jenjang SMP dan dari SMP ke jenjang SMA.
Suatu yang dinilai paradok oleh ibu tersebut dengan keputusan meniadakan ranking pada rapor.
Dari keluhan di atas, dapat disimpulkan bahwa masih banyak orang tua yang menganggap ranking mampu memotivasi siswa berprestasi. Prestasi rapor masih dibutuhkan untuk masuk lewat jalur prestasi pada jenjang SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi.
BACA JUGA:Himpaudi Independen dan Netral di Pilkada
Dan prestasi rapor hanya dapat ditempuh dengan semangat kalau ada ranking. Benarkah anggapan tersebut? Bisakah tetap berprestasi dengan rapor tanpa renking?
DAMPAK NEGATIF RANKING RAPOR
Sistem ranking di sekolah, sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang ibu di atas, benar adanya memiliki beberapa manfaat baik untuk siswa, orang tua dan guru serta lembaga pendidikan.
Di antaranya: Memberikan motivasi kepada siswa untuk berprestasi lebih baik, memberikan gambaran kepada siswa, guru, dan orang tua tentang kemajuan akademis siswa. Dan memberikan dasar bagi pengambilan keputusan terkait penempatan siswa dalam kelas, maupun pada jenjang berikutnyaa atau PPDB.
BACA JUGA:Forum Masyarakat Kecapi Kota Cirebon Merasa Cocok dengan Program Dani-Fitria