Viral Peringatan Darurat: Indonesia Sedang Tak Baik-baik Saja
Lambang Garuda berlatar belakang biru dibubuhi tulisan Peringatan Darurat menjadi viral setelah rapat Baleg DPR menganulir keputusan MK.-istimewa-radar cirebon
CIREBON- Netizen di berbagai platform media sosial ramai membagikan gambar lambang burung Garuda berwarna putih berlatar belakang biru. Di atasnya juga tampak dibubuhi tulisan “Peringatan Darurat". Lantas apa maksud dan tujuan peringatan tersebut?
Kemunculan logo “Peringatan Darurat” di medsos terjadi tak lama setelah rapat Badan Legislatif (Baleg) DPR menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Gambar itu awalnya diproduksi dan didistribusikan oleh akun kolaborasi @narasinewsroom, @najwashihab, @matanjawa, dan @narasi.tv di Instagram.
Dilihat Radar Cirebon petang kemarin pukul 18.30 WIB, percakapan terkait “Peringatan Darurat” berada di jejeran atas atau trending topik pada platform X (dulunya Twitter). Ada lebih dari 105 ribu cuitan netizen yang membahas percakapan tersebut.
Selain itu, adapula cuitan dengan hashtag #TolakPolitikDinasti dan #KawalPutusanMK yang juga mencapai 300 ribuan cuitan. Atas kemunculan logo “Peringatan Darurat” tersebut, Dosen Pascasarjana Universitas 17 Agustus Jakarta, Dr Cecep Suhardiman menyebut bahwa itu adalah reaksi kemarahan dari publik.
BACA JUGA:Dani-Fitria Kian Mesra, Berpeluang Dipasangkan di Pilkada Kota Cirebon
“Itu adalah respons dan kemarahan dari publik. Mulai dari persoalan di Partai Golkar sampai hari ini kejadian di Baleg DPR RI,” kata Cecep Suhardiman. Dia menambahkan sikap dari Baleg DPR RI merupakan anomali. Sebab, jarang terjadi langsung merespons perkembangan dan apa yang dilakukan di luar nalar hukum.
“Jadi harus kepada siapa lagi publik menggantungkan harapan? Di DPR RI sendiri, tidak mewakiliki suara dari masyarakat,” katanya. Ia menambahkan, saat ini di Indonesia telah terjadi darurat dukum.
Dia menegaskan, Baleg DPR RI harus memahami beberapa prinsif dalam negara hukum. Pertama, ada asas res judicata pro veritate habetur yang artinya putusan hakim harus dianggap benar sebelum ada putusan yang menyatakan sebaliknya. “Jadi apa yang sudah menjadi keputusan di Mahkamah Konstitusi tentu tidak dapat dibatalkan oleh putusan Baleg,” tegasnya.
Kedua, Cecep menyoroti bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam kewenangan judicial review hirarkinya lebih tinggi. Sebab, keputusan itu menguji pertentangan UU dengan UUD 1945 sehingga berlaku azas Lex Superiori Derogat Lex Imperiori.
BACA JUGA:Maju Pilkada Kota Cirebon, Eti Herawati-Suhendrik Terima Rekomendasi PKS
“Azas ini maksudnya peraturan yang lebih tinggi menghapus putusan yang lebih rendah. Nah sedangkan yang diputuskan Baleg itu tentu saja membuat segala sesuatunya menjadi terbalik,” tuturnya.
Cecep menegaskan, apa yang diputuskan tersebut tak bisa diterima dan wajar ketika itu memantik reaksi kemarahan dari publik. Berikutnya adalah bahwa putusan MK itu merupakan putusan terbaru bila dibandingkan dengan putusan MA. Sehingga berlaku asas Lex Posterior Derogat Legi Priori atau aturan yang baru mengenyampingkan undang-undang atau aturan yang lama.
Berkaitan dengan fenomena yang terjadi, Cecep melihat telah terjadi perubahan dan kondisi darurat hukum di Indonesia. “Itu menunjukan perubahan dari rechstaat dan machstaat adalah istilah yang digunakan untuk membedakan antara negara yang menjalankan sistem pemerintahan berdasarkan hukum (rechtsstaat) dan negara yang menjalankan sistem pemerintahan berdasarkan kekuasaan (machstaat),” bebernya.
Sementara itu, dikutip dari berbagai sumber, gambar bertuliskan ‘Peringatan Darurat’ ini ternyata digunakan oleh pemerintah pada masa lalu. Yaitu, pada masa ketika staisiun televisi di Indonesia hanya ada TVRI. Pemerintah kerap menggunakan gambar tersebut untuk memperingatkan masyarakat jika ada potensi bahaya akibat dari aktivitas kelompok tertentu atau bencana alam.