Forkopimda Bentuk Tim Khusus, Selesaikan dengan Kekeluargaan

Pertemuan di DPRD Kabupaten Cirebon, kemarin (15/8), membahas persoalan lahan di lokasi PLTU II.-Andri Wiguna-Radar Cirebon

Perwakilan ahli waris lahan di lokasi PLTU II mendatangi DPRD Kabupaten Cirebon, kemarin (15/8). Perwakilan warga dari 5 desa di sekitar PLTU II tersebut mengklaim belum mendapatkan ganti rugi lahan milik mereka yang saat ini digunakan untuk pembangunan PLTU II.

Ketua DPP GRIB Jaya Hercules Rosario Marshal dalam audiensi di DPRD itu meminta selama dalam proses penyelesaian agar lokasi yang saat ini digunakan oleh PLTU II disterilkan. “Kami minta perlindungan, lokasi harus status quo," ujar Hercules.

Sementara Ketua Tim Advokasi DPP GRIB Jaya Dr Nuno Magno SH MH CH CLTi Mdt mengatakan pihaknya menerima kuasa dari masyarakat. Ia menjelaskan, proses awalnya terjadi sekitar tahun 1986, di mana saat itu ada rencana menjadikan kawasan yang saat ini dibangun untuk wood center, di mana nantinya ada pelabuhan kayu.

“Warga penggarap, pemilik lahan atas tanah saat itu diintimidasi, ditakut-takuti, warga tidak berdaya. Tapi ada juga yang tidak mau menerima, yang menerima dipaksa menerima harga hanya Rp450," ujarnya kepada Radar Cirebon.

BACA JUGA:Cegah Pelanggaran Dana Desa, KPPN Kuningan Gelar FGD

Menurut dia, ketika rencana wood center batal, tiba-tiba muncul KLHK yang mengklaim kepemilikan lahan di lokasi itu. “Saya menerima kuasa dari ahli waris sekitar 279 orang lebih yang menuntut haknya. Kami menuntut keadilan," imbuhnya.

Untuk luas lahan sendiri ada sekitar 200 hektare lebih yang diklaim oleh KLHK. Di mana dari luas lahan itu ada satu bagian tanah timbul sekitar 94 hektare dan sisanya merupakan tanah adat.

Sementara itu, Legal PLTU II Panji Amiarsa SH MH mengatakan, melihat persoalan ini, posisinya harus bisa jernih dan dilihat secara utuh. Kata dia, masyoritas lahan adalah melalui pemanfaatan lahan KLHK, bukan milik PLTU. “PLTU memiliki kontrak perikatan dengan KLHK. Sehingga harus digarisbawahi masyarakat dengan PLTU tidak ada hubungan hukum  langsung," jelasnya.

Dari 210 hektare, sambung Panji, hanya sekitar 10 hektare yang didapatkan dari pembelian PT Maximus. Sisanya merupakan lahan KLHK. “Satu dugaan yang ada yakni ada dugaan persoalan ketika KLHK melakukan pembebasan lahan, ada juga dugaan persoalan ketika Maximus memperoleh lahan itu dari masyarakat. Ini yang mungkin belum selesai," terangnya.

BACA JUGA:Dede Ismail Fatsun Terhadap Arahan Rokhmat Ardiyan soal Pilkada Kuningan

Di tempat yang sama, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon Mohamad Luthfi mengatakan pihaknya mendorong penyelesaian secara musyawarah mufakat atau kekeluargaan. Oleh karenanya, nanti akan ada tim khusus yang di dalamnya ada unsur kepolisian, TNI, KLHK, BPN, desa, dan perwakilan masyarakat untuk bersama-sama melakukan kajian dan penyelesaian atas persoalan yang saat ini muncul. (dri)

Tag
Share