Arilangga Mundur dari Ketua Umum Golkar, Pengamat: Ada Tekanan
Airlangga Hartarto mundur dari posisi Ketua Umum DPP Partai Golkar.-dokumen-kemenko perekonomian-radar cirebon
BACA JUGA:Sanggar Seni Cirebon Bakal Tampil di Tiga Negara Eropa
Analisis soal mundurnya Airlangga Hartarto juga datang dari Mohammad Anas RA, Direktur Eksekutif FIXPOLL Indonesia. Anas menyebut bahwa momentum pengunduran diri Airlangga sangat mengejutkan, terutama karena terjadi menjelang pendaftaran bakal calon kepala daerah.
“Momentumnya yang membuat daya kejut sebab jelang 16 hari pendaftaran bakal calon Kepala daerah," ujar Anas dalam keterangannya yang diterima Fajar (Radar Cirebon Group).
Menurutnya, Airlangga menghadapi tekanan politik yang besar, yang digambarkan sebagai political ghost dari internal dan eksternal partai. “Saya melihat Airlangga sedang menghadapi political ghost yang membuat dirinya mendapat pressure politik. Baik dari internal maupun dari pihak eksternal yang boleh jadi ingin mengambil alih kepemimpinan Partai Golkar," terang dia.
Anas juga mencatat bahwa upaya untuk mendongkel Airlangga dari kepemimpinan Golkar telah berlangsung lama. “Saya kira agenda mendongkel Airlangga dari pucuk ketua umum sudah berjalan sejak lama. Hanya saja Airlangga masih mampu memainkan irama indah di Partai Golkar sehingga masih bisa bertahan," tukasnya.
BACA JUGA:Akreditasi Paripurna, Hadirkan Fasilitas Layanan Rawat Inap
Secara internal, Golkar dinilai solid dalam mendukung Airlangga karena prestasinya dalam mengembalikan kejayaan partai dan diterima baik di internal. “Karena dinilai sosok yang bisa diterima di internal dan berprestasi mengembalikan kejayaan Partai Golkar," kata Anas.
Namun, kekuatan eksternal yang membidik posisinya akhirnya membuat Airlangga tak mampu lagi bertahan dari tekanan politik tersebut. “Jadi saya melihat ini kekuatan besar eksternal yang masuk membidik Airlangga. Dan Airlangga tak kuasa menangkis bidikan politik yang tertuju kepadanya sehingga akhirnya menyatakan mengundurkan diri dari kursi ketua umum," tandasnya.
Senada disampaikan pengamat politik UIN Jakarta Zaki Mubarak. Ia menilai, tekanan pada Airlangga telah berlangsung sejak lama. “Tekanan supaya Airlangga mundur sudah cukup lama. Sebelumnya Airlangga terindikasi kasus hukum, yakni korupsi. Setelah itu ada juga kasus asusila. Namun, ternyata upaya pelengseran gagal," kata Zaki kepada Beritasatu (Disway Group), Minggu (11/8/2024).
Zaki menilai, faksi-faksi di Golkar mengharapkan adanya pergantian pemimpin. “Mereka menolak manuver Airlangga terpilih kembali dalam Munas Golkar pada Desember 2024 nanti. Airlangga selama ini sudah aktif menggalang dukungan DPD-DPD se Indonesia. Selama ini memang tidak ada ketum Golkar yang menjabat dua periode,” katanya.
BACA JUGA:Sejumlah Kapolsek dan Kasat Pindah Tugas
Selain itu, ia juga menilai adanya faksi lain yang menghendaki Golkar dapat menempel kekuasaan.
Dalam hal ini mereka berharap Golkar dipimpin Gibran yang menjabat sebagai wapres. “Mereka berharap dengan memanfaatkan kekuasaan, Golkar akan dapat berkah banyak dari segi ekonomi dan politik. Namun, masalahnya Gibran tidak memenuhi syarat untuk jadi ketum Golkar harus pernah menjadi anggota minimal lima tahun," lanjut Zaki.
Dengan keadaan ini, Zaki memproyeksikan terjadi power struggle yang menarik dalam internal Golkar ke depannya, terkait siapa yang akan menggantikan Airlangga.
DPP GOLKAR TEGASKAN TAK ADA TEKANAN
Sementara itu, Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar Agung Laksono menegaskan keputusan Airlangga murni keputusan pribadi. “Tidak ada tekanan, partai (internal, red) tidak menekan dia. Jadi, dari keinginan dia sendiri," kata Agung Laksono di Jakarta, kemarin, dikutip dari Antara.