Waktu Guru dan Professional Burnout
BACA JUGA:66 Mahasiswa FEB UGJ Raih Gelar CAP
Menurut sebuah studi oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), rata-rata guru di Indonesia bekerja sekitar 50 hingga 60 jam per minggu.
Ini jauh melebihi standar waktu kerja yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 40 jam per minggu. Beban tambahan ini sering kali tidak dibarengi dengan kompensasi yang memadai, sehingga banyak guru merasa kelelahan dan tertekan.
Dampak penambahan beban guru dengan tugas administrasi di luar jadwal kerja antara lain terjadinya professional burnout atau keletihan profesi.
Bahkan, keletihan profesional ditemukan lebih tinggi pada pendidik wanita (Ozamiz-Etxebarria et al. 2023). Mengejutkannya, terjadinya keletihan profesional di jajaran pendidikan dilaporkan lebih prevalent atau menyebar ketimbang di jajaran pelayan kesehatan.
BACA JUGA:Bapak Teknologi Indonesia
*Pilar Utama
Dalam kehidupan waktu ibarat pedang. Sebagaimana mahfudzot atau pepatah berbahasa arab “alwaqtu kassaif, fain lam taqtha huqatha ‘aka” yang bermakna waktu ibarat pedang, maka jika kamu tidak menebaskannya, dia akan menebasmu.
Sama dalam profesi keguruan waktu merupakan pilar utama. Bagaimana seorang guru mengelola waktunya, termasuk waktunya di luar jam kerja, akan secara langsung menentukan mutu pengajaran dan pengalaman belajar yang dialami muridnya.
Maka, konsekuensinya, bagaimana institusi pendidikan sampai negara memahami pengelolaan waktu oleh guru ini akan berbanding lurus dengan bagaimana penghargaan negara terhadap profesi guru dan, ujungnya, pada mutu Pendidikan secara umum.
BACA JUGA:Beradaptasi dengan Perkembangan Teknologi
Dalam menggeluti profesi keguruan, seorang guru harus secara berkelanjutan menjajaki berbagai hal baru yang dapat memperkaya keilmuan serta kecakapan mengajarnya.
Namun perlu dicatat juga jangan sampai mengorbankan waktu guru sebagai keluarga.
Ini yang sering terjadi sejak wabah covid-19 datang. Wabah ini berhasil memaksa manusia berkenalan sekaligus melahirkan tradisi berinteraksi secara maya dengan manusia lain.
Interaksi jarak jauh menjadi sebuah kewajaran. Positifnya, sejak wabah itu, pendidik menikmati kesempatan berinteraksi seperti mengikuti seminar daring di tempat beda benua dan beda waktu. Batasan ruang, waktu, dan biaya diruntuhkan oleh wabah Covid-19.