NJOP Naik Seribu Persen, Pengembang Perumahan Subsidi Menjerit
AUDIENSI: Apersi Korwil I Cirebon menjerit akibat kenaikan NJOP yang mencapai 1000 persen. Mereka mengeluhkan persoalan itu kepada anggota DPRD Kabupaten Cirebon, kemarin.-SAMSUL HUDA-RADAR CIREBON
Puluhan pengembang perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) atau subsidi di Kabupaten Cirebon menjerit. Pasalnya, nilai jual objek pajak (NJOP) naik 1000 persen. Mereka yang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Korwil I Cirebon pun curhat ke DPRD Kabupaten Cirebon, Rabu 17 Juli.
Mereka menyampaikan keluh kesah atas kenaikan tersebut. Bendahara Apersi Korwil I Cirebon, Sarini, mengatakan, kenaikan NJOP mulai tahun 2023 hampir mencapai 1000 persen. Kenaikan ini dirasa sangat membebani para pengembang, khususnya yang bergerak di sektor perumahan bersubsidi.
“NJOP per meter yang sebelumnya sebesar Rp243.000 melonjak menjadi Rp2.352.000 pada tahun 2024. Kenaikan ini hampir 1000 persen hanya dalam dua tahun,” ujar Sarini usai audiensi bersama Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon dengan menghadirkan sejumlah SKPD terkait.
Dia menjelaskan, harga jual perumahan bersubsidi yang ditetapkan pemerintah adalah Rp166 juta dengan spesifikasi sesuai standar PUPR. Namun, dengan kenaikan NJOP yang signifikan, biaya PBB yang harus dibayarkan oleh para pengembang menjadi sangat tinggi.
“PBB yang sebelumnya hanya Rp4,5 juta, kini menjadi Rp22,5 juta. Kenaikan lima kali lipat ini jelas menjadi beban berat bagi kami,” ungkapnya.
Menurutnya, kebijakan kenaikan NJOP ini dirasa tidak adil dan subjektif. Terlebih lahan pengembang perumahan bersubsidi lokasinya tidak cukup strategis.
“Lahan kami berada di pinggir sungai dan dekat makam, namun disamakan tarifnya dengan lahan yang berada di lokasi strategis. Kebijakan ini tidak objektif dan sangat memberatkan kami sebagai pengembang perumahan bersubsidi,” imbuhnya.
Dalam audiensi tersebut, Apersi Cirebon berharap mendapatkan kebijakan khusus dari pemerintah daerah untuk meringankan beban pajak mereka. Ia menambahkan, dalam audiensi ini pemerintah daerah cukup memberikan respons yang baik, dengan sesegera mungkin untuk mencarikan solusi dan kebijakan yang baik.
“Kami berharap Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon dapat membantu mencari solusi agar kami, sebagai pengembang perumahan bersubsidi, diberikan kebijakan khusus dibandingkan wajib pajak lainnya,” paparnya.
Diakuinya, komunikasi dengan pihak pemerintah daerah selama ini kurang berjalan baik. Namun, sebelumnya Apersi sudah beberapa kali mencoba menyampaikan hal ini ke Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Cirebon, sayangnya tidak pernah ditemui.
“Beberapa kali ingin bertemu, selalu terhalang oleh berbagai alasan. Melalui Komisi II ini, kami berharap bisa berdiskusi dan menemukan solusi yang meringankan bagi kami dan membuktikan bahwa pemerintah daerah bisa menjadi mitra yang baik bagi rakyatnya,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon, R Hasan Basori MSi mengatakan, menjelaskan keputusan kenaikan NJOP dan PBB itu berdasarkan regulasi yang dihasilkan di kabupaten. Ternyata dalam perjalanannya, terdapat penolakan dari para pelaku usaha, sehingga pemerintah harus bisa menolaknya.
“DPRD akan mencoba melakukan rumusan kebijakan baru kepada seluruh pengusaha untuk dibantu pemerintah dalam berusaha. Kami juga akan pelajari, dari Apersi ini, berapa yang berusaha untuk perumahan MBR,” katanya.
Ia pun mempersilakan kepada siapapun manakala ingin mengadukan persoalan. Jangan ragu untuk menyampaikan. “Silakan. Ini rumah kita. Kita siap menindaklanjuti untuk mencarikan solusi,” pungkasnya. (sam)