Kesantunan Dalam Berdemokrasi
ilustrasi--
BACA JUGA:Grand Syekh Al Al Azhar Apresiasi Indonesia Bela Palestina
Beberapa kasus mencuat di mana kandidat melakukan langkah-langkah signifikan untuk menjegal lawan, seperti mengangkat isu-isu kontroversial atau memanfaatkan kelemahan lawan untuk keuntungan mereka.
Praktik “jegal menjegal” dalam politik bukanlah fenomena baru dan terus berlangsung hingga kini.
Dengan menggunakan prinsip-prinsip Machiavellian, kontestan politik berusaha memaksimalkan peluang mereka untuk mendapatkan rekomendasi partai dan memenangkan pemilu.
Banyak pertanyaan yang muncul dalam benak kita sebagai bagian dari calon oemilih para kandidat perihal bagaimana situasi Pilkada saat ini? Ataukah tentang bpakah praktik "jegal menjegal" ini semakin intensif? Dan bahkan kita akan sampai pada pertanyaan perihal bagaimana pengaruhnya terhadap proses demokrasi dan kepercayaan publik?
BACA JUGA:Dishub Minta Pusat Perbelanjaan Terus Lakukan Sosialisasi Soal Pembayaran Parkir Cashless
Berbagai pertanyaan ini akan sering dan intens kita dapati dalam diskusi-diskusi warkop beberapa bulan ini, mungkin hinga November ini.
Namun apapun itu, kita berharap, politik santun tetap bisa terbangun. Prinsipnya, jangan ada jegal diantara kita. Demokrasi ini harus tumbuh dalam iklim yang ramah dan santun, sebab kita dibesarkan dalam adat budaya Sipakatau, Sipakaianga, Sipakalabbirik.
Di mana prinsip-prinsip ini harus menjadi dasar dari bagian aktivitas politik setiap calon dan timnya, dimana kedepan, kita tentu berharap bisa mewariskan warisan terbaik dalam berdemokrasi, yakni kesantunan dalam berpolitik. (*)
*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon