Iing Casdirin: Tekun, Bersahaja, dan Konsisten

Iing Casdirin meninggal dunia pada Senin 27 Mei 2024 dan dimakamkan pada Selasa 28 Mei 2024.-radar cirebon-radar cirebon

“Wartawan dikenal dan dihargai orang karena tulisannya, bukan karena hebat pidatonya.” Saya menanamkan prinsip itu kepada semua calon wartawan Manado Post yang baru tahap pelatihan dan magang.

Iing salah satu yang mengamalkannya dengan baik. Dari reporter ekonomi, alumnus Pendidikan Ekonomi IKIP Manado (Unima) ini cepat menanjak menjadi redaktur. Salah satu redaktur yang menonjol kala Manado Post sudah berkantor di Rike, Jl Babe Palar —masih gedung lama.

Dengan kelebihan-kelebihan itu membuatnya menjadi salah satu yang dipilih untuk mengembangkan Gorontalo Post di tahapan awal. Iing, dan beberapa teman dari Manado Post lainnya, di bawah pimpinan Hamim Pou - Bupati dua periode Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo, merintis dan mengembangkan Gorontalo Post.

Kala itu, kantornya di Jl Kasuari Baru No 8, warga Gorontalo sedang gencar dan sangat bergairah membentuk Provinsi Gorontalo. Iing dalam dalam barisan itu: menyuarakan dengan nyaring, lantang dan berintensitas tinggi aspirasi pembentukan Provinsi Gorontalo. Setiap hari gelora aspirasi itu ditampilkan di Gorontalo Post.

BACA JUGA:Pemdes Tuding Bansos Stunting Salah Sasaran

Setelah itu, Iing kembali ke Manado sebagai salah salah redaktur andalan Manado Post. Hanya sebentar. Tak lama berselang, Yanto, Direktur Utama Radar Cirebon, memintanya untuk pulang kampung. Iing melanjutkan kiprah jurnalistiknya dan berkibar bersama Radar Cirebon.

Di Radar Cirebon, Iing langsung menjadi salah satu pimpinan di top management. Terakhir, dia dipercaya menjadi pimpinan di Radar Cirebon TV. “Saya sudah di TV,” katanya sambil mengajak saya keliling ruangan-ruangan di Cirebon TV, awal tahun lalu.

Sewaktu masih di Manado Post, Iing mempersunting gadis Manado. Iing memboyong istri dan anaknya ke Cirebon. Belakangan saya dapat info, Iing menikah dengan Aat Ratnaningrum, seorang notaris di Cirebon, setelah cerai dengan istri sebelumnya.

“Saya udah sering mengingatkan, tapi Mas Iing menghadapi penyakitnya dengan santai saja,” ungkap Aat, saat kami ngobrol di kebun mangga mereka, di Majalengka, tak jauh dari Kota Cirebon.

BACA JUGA:Polisi Dorong Pencegahan Gizi Buruk

Selain menekuni pekerjaannya masing-masing, Iing dan Aat asyik berkebun mangga. Luas dan datar, sekitar 10 hektare. “Ini kebun (mangga) warisan orang tua,” tutur Aat, “saya dan Mas Iing yang meneruskan.”

Udah lama saya pingin ke kebun mangganya. Selain mau makan mangganya, melihat kebunnya, juga pingin belajar bercocok tanam mangga. “Nggak usah banyak tanya-tanya, bawa aja ke kebunnya di Bolmut salah satu pekerja kami untuk praktik langsung budidaya mangga di sana,” kata almarhum sambil tersenyum.

Setidaknya tiga kali saya diajak ke kebun mangga itu. Dalam perjalanan Jakarta-Surabaya dengan mobil, tidak sulit untuk mampir di Cirebon. “Mas, saya mampir ke Cirebon ya,” kata saya via telepon. “Siyaapp,” sahutnya, “nanti kita ke kebun mangga lagi.”

Dalam setiap kesempatan ke kebunnya, Iing selalu ditemani istrinya. Sekali waktu istrinya mengajak teman-temannya. Saya ditemani istri dan ponakan. “Bawa pulang mangganya ya, nanti bisa sekalian bagi ke tetangga rumah,” ujar Aat.

BACA JUGA:PLTA Jatigede Segera Beroperasi

Tag
Share