Tradisi Rasulullah di Bulan Suci

Ilustrasi-Didin-RADAR CIREBON

Oleh Dedy Sutrisno Ahmad Sholeh *

Diakhir Ramadan 1445 H ini, Allah secara sengaja menjauhkan api neraka dari diri kita yang melaksanakan ibadah shaum Ramadan. Harapan kita jangan sampai terjadi neraka sudah dijauhkan oleh Allah itu tetapi kita masih terus mengejar-ngejar neraka dengan berbagai aktivitas kita yang tidak diridhoi Allah SWT. 

 Pada bulan ramadan diharapkan terus kita meningkatkan upaya perbaikan diri kita menjadi insan yang bertaqwa. Sepuluh hari pertama, hari-hari penuh kasih sayang Allah dan kitapun menyambutnya dengan menyebarkan serta menyuburkan kasih sayang terhadap sesama. Pertengahan Ramadan bulan ampunan Allah dan kita berusaha terus mengejar ampunan lewat doa, bertaubat beristighfar dan membebaskan hubungan dosa dengan sesama. 

 Sepuluh hari terakhir api neraka sudah dijauhkan, jangan sampai api neraka itu dekat dan mendekat lagi kepada diri kita. Baik rahmat Allah, ampunan Allah, maupun api neraka semakin dijauhkan oleh Allah. Semuanya bukan barang gratis, bukan perkara gratis tetapi harus kita perjuangan dan kita usahakan supaya kita dapat meraihnya. 

Bulan Ramadan rahmat Allah dekat, ampunan Allah dekat, api neraka dijauhkan, tinggal bagaimana kita bisa mengambil buah itu, dan ini bukan barang gratis dan harus kita perjuangkan bagaimana cara berjuangnya antara lain Rasulullah mengajarkan kepada kita. Tradisi-tradisi yang biasa dilaksanakan oleh Rasulullah selama bulan Ramadan. Pertama, Rasulullah memperbanyak munajat di bulan Ramadan ini. berdoa dan berdoa, meminta dan meminta dan tentu saja yang namanya meminta bukan sembarang meminta, ada syarat rukunnya, mulai tingkat kekhusyuannya, tingkat kebersihan hati nurani kita, tingkat semangatnya, tingkat harapan-harapnya dan bahkan ada perasaan takut tidak diterima doa kita, sehingga kita lakukan upaya pendekatan-pendekatan lewat spiritual kita kepada yang Maha Kuasa. Makanya setiap sholat dan khususnya setelah melaksanakan sholat tarawih ada wirid-wirid yang dibaca,”Astaghfirulloohal azhiim Alloohumma innii as alukal jannata wa a uudzubika minannaar”, semuanya ini isyarat meminta dan meminta, kita perbanyak di bulan Ramadan ini. 

Kedua, Rasulullah mentradisikan di bulan Ramadan ini memperbanyak istighfar. Konon Rasulullah sehari semalam tidak pernah kurang dari 70 kali beristighfar. Kita istighfar itu kadang-kadang pada saat kita ingat saja. Di luar itu istighfar banyak terlupakan padahal zaman sekarang justru saatnya kita harus semakin banyak istighfar. Banyak bacaan kalau kata istilah orang sunda, mengapa? Sebab berbagai hal yang menggoda kita sudah di depan mata kita. Dulu orang desa ketika masuk ke suasana kuburan di baca ayat qursi, qulhu, falaq binnaas. Ayat qursi terus dibaca, qulhu, falaq binnaas terus diwiridkan, takut ada godaan-godaan syetan. Masuk tempat rimbun-rimbun baca lagi ayat qursi, qulhu, falaq binnaas. Padahal gentanyangan tidak dilihat. Sementara saat ini gentayangan sudah dimata kita, bukan di layar televisi sudah di Rumah kita, apa yang gentayangan? Gerakan pornografi cukup menggoda kita, sehingga masyarakat terbelah menjadi dua. 

Ketiga, Rasulullah itu mentradisikan di bulan Ramadan banyak membagi-bagi kebaikan lewat sedekah, infaq jariyah dan bahkan secara spesifik atau takhasus zakat fitrah dikeluarkan oleh kita, lalu kita bertanya berapa ukuran zakat fitrah rata-rata di Cirebon ini? jawabannya sekitar Rp40.000-Rp 45.000, pertanyaannya kira-kira layakkah menebus diri  kita dengan Rp40.000-45.000 padahal nikmat Allah dari tahun kemarin sampai tahun hari ini demikian melimpah, sementara kita bayar zakat Rp40.000-45.000 saja? Lama mikirnya ketimbang memberinya. 

Keempat, tradisi Nabi di Bulan Ramadan adalah memperbanyak studi Alquran. Sesungguhnya walaupun Alquran itu bahasa arab, tetapi rasulullah juga ternyata mengadakan studi kembali terhadap Alquran ini. Apalagi kita yang memang tidak menggunakan bahasa arab dalam kehidupan sehari-hari. 

Maka bulan Ramadan inilah sesungguhnya waktu yang sangat tepat untuk mempelajari Alquran, sebab sesuai dengan waktu diturunkannya Alquran. Dulu turun Quran dari Allah kepada Rasulullah lewat kekuatan intelektualnya, lewat kekuatan spiritualnya dan lewat emosi Rasulullah. Sehingga Quran turun diserap dengan nurani Rasulullah yang murni, selanjutnya lahirlah akhlaq Alquran, lahir sunnah-sunnah Nabi dan saat ini harapan semua muslim dan muslimah belajar menurunkan Alquran dari teks yang tertulis diturunkan kedalam ruang kesadaran kita melalui proses studi yang mendalam, tilawah, qiroah, talim, tadabur dan macam-macam istilah. Sehingga akhlak kita paling tidak bisa mendekati rasulullah. Kita melakukan studi dengan pendekatan intelektualitas, didekati dengan spiritualitas kita dan didekati lagi dengan emosi kita, sehingga ayat demi ayat yang kita serap diharapkan selanjutnya menjadi akhlaq kita yakni akhlak Alquran. 

Sekarang ini agak aneh, Alquran sudah lama turun, tetapi kita seolah-olah belum menerima Alquran. Buktinya antara Quran di satu pihak sebagai petunjuk hidup dengan perilaku kita sehari-hari sebagai manusia sepertinya belum sinkron. Jadi ada semacam ketidak sinergian antara Alquran yang memuat sejumlah pelajaran dan akhlak kita yang justru seolah-olah bertentangan dengannya. Antara Quran di satu pihak dengan tingkah laku kita di pihak lain, belum terjadi ketersambungan yang permanen. 

Dengan demikian saatnya di bulan Ramadan melakukan Talimul Quran, Tadarrus Quran, Tadabburil Quran, Qiroatul Quran, Tilawatil Quran, waktunya telaah demi telaah, ayat demi ayat kita pelajari bukan dikejar tamatnya 30 zuz, Sayyidina Ali mengajarkan kepada kita membaca Alquran lebih istimewa kita lakukan Khomsu ayatin khomsu ayatin, lima ayat — lima ayat saja. Ngan rata-rata Alquran turun kepada Rasulullah lima ayat-lima ayat. 

Kelima, tradisi Rasulullah di bulan Ramadan adalah memperbanyak itikaf di masjid. Biasanya karena merasa kita orang sibuk, kita selalu beralasan untuk tidak melaksanakannya. Masih terlalu berat masuk masjid, ada musholla, masih terlalu berat masuk musholla. Oleh karena demikian mumpung masih ada waktu, kita berkesempatan untuk terus memantapkan amal ibadah kita di bulan Ramadan ini sehingga belajar untuk menyempurnakan ibadah Ramadan, sebagaimana firman Allah.

 Hendaklah kalian semua menyempurnakan hitungan ibadah Ramadan, dan hendaklah kalian semua mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya. Jadi kalau mengagungkan Allah bukan hanya menyebut-nyebut Allah saja tetapi mari kita wujudkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Inilah yang disebut membesarkan dan mengagungkan Allah bukan hanya sekedar yel-yel Allahu Akbar, Allahu Akbar tetapi mewujudkan Alquran dalam perilaku kita. Mudah-mudahan Allah senantiasa menyertai kita selama-lamanya. (*) 

*Pemerhati masalah sosial budaya dan pendidikan, alumni prodi Jurnalistik Fakultas Dakwah dan 

Tag
Share