Latihan Mengendalikan Diri
Ilustrasi--
Oleh: Ami Supriyanti
PUASA atau shoum yang berakar kata shiyam bermakna menahan atau mengendalikan diri. Secara syariat, berpuasa berarti menahan diri untuk tidak makan, minum dan bercampur suami-istri pada kurun waktu tertentu.
Dalam ajaran Islam, perintah puasa merupakan kewajiban yang ditetapkan Tuhan tidak hanya untuk umat Muhammad tapi juga untuk umat-umat terdahulu (Al-Baqarah (2): 183).
Bahkan menurut hemat penulis, perintah yang pertama kali diberikan oleh Tuhan kepada nabi Adam adalah perintah berpuasa.
BACA JUGA:Kontemplasi dan Instrospeksi Diri
Berpuasa dalam maknanya "menahan diri" yang disimbolkan dalam Al-Qur,an menahan diri untuk tidak mendekati “pohon khuldi”. (Wa la taqroba hadzihi as-syajarata fa takuna min adz-adzolimin).
Dalam ayat lain (Tha-ha (20): 120) dijelaskan bahwa ketergelinciran Adam dan hawa dari kenikmatan “surgawi” disebabkan karena tak mampu berpuasa atau menahan diri dari godaan "setan" terhadap “pohon keabadian” dan “kerajaan/kekuasaan” yang tidak binasa. (Hal adulluka ala syajaratul khuldi wa mulkin la yablaa).
Menurut Muhammad Asad (2017), pohon keabadian dan kerajaan yang tidak binasa merupakan simbol dari tipu daya setan kepada Adam dan hawa yang berupa keinginan untuk hidup selamanya dan berkuasa tanpa ada batasnya (periodenya).
Godaan itulah yang tidak mampu dibendung oleh Adam beserta hawa. Godaan itu kemudian terwarisi oleh keturunannya sehingga muncullah manusia-manusia yang mengira kehidupan dunia ini kekal sehingga disibukkan mengumpulkan pundi-pundi “materi” (Qarun), serta penguasa-penguasa tiranik yang zalim, yang mengira bahwa kekuasaannya kekal dan abadi (Fir’aun).
BACA JUGA:Penting Bangun Koalisi di Pilkada Kuningan
Kekuasaan memang merupakan suatu candu bagi masyarakat, bahkan istri dari Pemimpin besar Republik Rakyat Tiongkok, Mao Zedong pernah berkata bahwa “kekuasaan lebih nikmat daripada seks”.
Hal demikian karena dalam aktivitas seks, dominasi pikiran dan tubuh manusia hanya berlaku pada satu orang saja dan juga biasanya berlaku di ruang privat, sedangkan kekuasaan mampu mendominasi ribuan bahkan jutaan pikiran dan tubuh manusia, tidak hanya di ruang privat, bahkan sampai ke ruang publik.
Dalam konteks Indonesia, kekuaaan era orde lama (orla) dan orde baru (orba) telah memberikan pelajaran bahwa godaan kekuasaan begitu luar biasa.
Soekarno yang menjadi representasi orla, di awal-awal kekuasaannya sempat menampakkan citra dirinya sebagai pemimpin negara modern yang egaliter dengan panggilan “bung Karno”.