Negara Diprediksi Defisit APBN Hingga Rp 800 Triliun, Kelas Menengah Terancam

Negara Diprediksi Defisit APBN hingga Rp 800 Triliun, Kelas Menengah Kembali Terancam-radarcirebon-

RADARCIREBON.BACAKORAN.CO - Beban anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang semakin besar untuk membiayai program-program ambisius pemerintah diprediksi akan memperburuk defisit negara. Ekonom dan pengamat memperkirakan, defisit APBN akan mencapai 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp 616,2 triliun pada 2025. Namun, angka ini diperkirakan dapat melebar hingga 2,9 persen dari PDB, yang setara dengan Rp 800 triliun—jumlah yang tidak sedikit.

Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, mengatakan untuk menutupi defisit ini, pemerintah harus meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak pada 2025 sebesar Rp 2.189,3 triliun, yang berarti ada kenaikan 13,29 persen dari tahun 2024. Menurut Achmad, target tersebut sulit tercapai mengingat kondisi perekonomian yang belum menunjukkan pemulihan signifikan.

"Tantangan terbesar adalah pencapaian target pajak yang membutuhkan kenaikan besar, yang tampaknya sulit tercapai mengingat pertumbuhan ekonomi yang masih terbatas," ujar Achmad dikutip dari laman disway.id pada Jumat, 31 Januari 2025.

BACA JUGA:PPDB SMA Kemala Taruna Bhayangkara: 11.022 Orang, Dipilih 120 Orang dengan Nilai Terbaik

Achmad menambahkan, kenaikan target pajak ini akan menjadi beban berat bagi masyarakat kelas menengah. Dampaknya akan terasa dalam bentuk peningkatan pajak penghasilan dan beban fiskal lainnya, yang semakin membebani kelompok tersebut. Pada 2024, realisasi penerimaan pajak penghasilan hanya mencapai 93,2 persen dari target yang ditetapkan, menunjukkan kesulitan dalam mencapai angka yang diharapkan.

Jika target pajak tetap tinggi, kata Achmad, kelas menengah akan semakin tertekan oleh kebijakan fiskal yang lebih mengutamakan penerimaan negara daripada kesejahteraan mereka. "Jika tren ini berlanjut, pemerintah kemungkinan besar akan mencari sumber pendapatan lain, yang akan berasal dari pajak dan pungutan lainnya. Dalam hal ini, kelas menengah semakin menjadi korban kebijakan fiskal yang populis," jelas Achmad.

Selain itu, dengan target pajak yang semakin tinggi, kelas menengah dipaksa untuk menanggung beban yang lebih besar dibandingkan kelompok masyarakat lainnya. Kenaikan pajak yang terus-menerus dan peningkatan biaya hidup akan semakin membebani daya beli mereka. "Ketika defisit semakin membesar, jalan keluar yang sering diambil adalah menaikkan pajak dan mengurangi subsidi di sektor-sektor tertentu, yang pada akhirnya akan semakin menekan daya beli masyarakat kelas menengah," tutup Achmad.

 

Tag
Share