Pertanyakan Dana Sharing
Belasan forum RT, RW, LPM, dan lembaga desa Panjalin Kidul, Kecamatan Sumberjaya, mempertanyakan pengelolaan pasar Prapatan di kantor pasar tersebut pada Senin, 23 Desember 2024.-ONO CAHYONO-radar majalengka
BACA JUGA:PHRI Kuningan Siap Sambut Wisatawan
Nana, yang sebelum tahun 2012 menjadi staf di pasar Prapatan, mengetahui bahwa pengelolaan dana sharing tidak dilakukan oleh pasar, melainkan oleh pemerintah daerah (Pemda) melalui dinas terkait.
Pihaknya menegaskan bahwa ia tidak bisa memutuskan kebijakan karena posisinya hanya sebagai koordinator. Meskipun demikian, Nana mengaku sudah menyampaikan hal tersebut ke dinas terkait.
"Secara resmi maupun lisan sudah saya sampaikan. Dan memang tidak ada dana sharing sejak 2015," jelasnya.
Terkait pengelolaan, Nana menambahkan bahwa hal tersebut juga masuk ke potensi PAD Majalengka, yang berasal dari emprakan, toko, kios, los, maupun auning. Itu pun sejak tahun 2015 lalu.
BACA JUGA:Ngaku Polisi, Lakukan Pencabulan Sesama Jenis
Untuk mengambil retribusi, kata Nana, pihaknya tidak bisa asal mengambil, karena sudah ada aturan yang berlaku.
"Kami juga langsung menyetorkan melalui BJB. Kami diberikan beberapa lembar karcis untuk toko, auning, kios, dan los yang dikenakan retribusi sebesar Rp3.000. Sedangkan pedagang tidak menetap (emprakan) dikenakan retribusi sebesar Rp2.000," jelas Nana.
Nana juga menambahkan bahwa pelaksanaan pemungutan retribusi dilaporkan setiap hari secara transparan melalui kas daerah, sehingga tidak ada pengendapan uang retribusi karena langsung dikirim ke kas daerah.
"Perlu kami jelaskan bahwa tidak ada pengelolaan emprakan secara pribadi. Sebelumnya dikelola oleh PT Sampalan, namun kini dikelola langsung oleh pemerintah daerah. Sejak 2015, petugas pemungutan sudah dibantu oleh mitra pasar," tandasnya.
BACA JUGA:H Rokhmat Ardiyan Tanggapi Kebijakan Kenaikan PPN
Sementara itu, Ketua Perkumpulan Pedagang Pasar Prapatan Tradisional (PKAPPI), Ir H Hamzah Nasyah MM, menyatakan bahwa permasalahan pengelolaan pasar Prapatan sudah mulai muncul sejak tahun 2008 lalu.
Saat itu, ada usaha dan upaya dari Bupati era H Sutrisno untuk mensertifikatkan pasar.
Kemudian ada rapat besar di desa, namun saat itu anggota DPRD era Aan Subarnas menghentikan upaya tersebut, sehingga hingga sekarang gagal total dan pasar tetap berada di atas tanah kas desa Panjalin Kidul.
"Tahun 2013, saya dipanggil Pak Sutrisno ke pendopo. Saat itu, Aan Subarnas menjabat di Komisi II yang membidangi soal pasar. Sementara itu, tahun 2019, saya pun menjadi anggota DPRD dan duduk di Komisi II. Berkas ini sejatinya sudah kami serahkan ke Pemdes, namun sampai sekarang tidak ditindaklanjuti," tegas Hamzah.