YLBHI Desak Presiden dan DPR Turun Tangan Soal Senpi Polisi
Dua rekan korban GRO (17 tahun), siswa SMK Negeri 4 Kota Semarang yang diduga terkena tembakan oknum polisi mendoakan almarhum di sekolahnya.-ist-radar cirebon
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) memberi catatan pada kasus dugaan penembakan seorang pelajar SMKN 4 Semarang oleh oknum polisi. Secara keseluruhan ada empat catatan yang disampaikan oleh Direktur YLBHI, M Isnur.
Empat catatan itu disampaikan oleh Isnur kepada awak media di Jakarta. Dia menyampaikan bahwa penembakan berujung kematian merupakan masalah serius. ”Perlu digaris bawahi bahwa penggunaan senjata api tidak seharusnya juga digunakan oleh setiap anggota kepolisian dan sektor satuan kerja,” kata dia.
Secara teknis, lanjut Isnur, kepolisian memang memiliki regulasi tentang penggunaan senjata dan anggota yang memegang senjata diseleksi secara ketat. “Kita bisa melihat dalam Peraturan Polri Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Senjata Api Non Organik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Tentara Nasional Indonesia, dan Peralatan Keamanan Yang Digolongkan Senjata Api,” ungkapnya.
”Namun, regulasi ini tetap tidak menjawab bahwa peluang polisi menyalahgunakan penggunaan senjata tidak sesuai fungsi dan tugasnya sangat besar. Pembatasan membawa senjata api aparat kepolisian tidak diregulasi secara ketat,” terang dia.
BACA JUGA:Pemerintah Setujui Transfer Narapidana dengan Australia
Karena itu, YLBHI mendesak presiden dan DPR segera melakukan reformasi di tubuh kepolisian terkait kewenangan kepolisian, minimnya pengawasan, dan secara spesifik skema penggunaan senjata, pemerintah dan DPR untuk segera meratifikasi protokol opsional untuk konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, serta tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.
”Mendesak Komnas HAM untuk melakukan audit institusi Polri terhadap kewenangan polisi membawa senjata api. Kepala Polri harus mengusut tuntas kasus-kasus penembakan oleh polisi dan menyeret pelaku di hadapan pengadilan serta membuka proses hukumnya kepada publik,” terang Isnur.
Sementara itu, di kasus lain, Polri akan melakukan evaluasi terkait penggunaan senjata api oleh personel kepolisian sebagai tindak lanjut terjadinya kasus polisi tembak polisi di Kepolisian Resor Solok Selatan, Sumatera Barat.
"Tentang antisipasi ke depan dan evaluasinya, tim saat ini juga masih bekerja. Ada dukungan tim dari Mabes Polri, baik dari Divisi Propam, Itwasum, maupun Bareskrim. Semuanya akan mencari data dengan dukungan Kompolnas," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Sandi Nugroho di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta.
BACA JUGA:Film Salah Santet Kolaborasi
Ia mengatakan, data-data dan keterangan yang dikumpulkan akan menjadi bahan evaluasi bagi Polri terkait aturan penggunaan senjata api oleh personel. "Nanti hasil evaluasi akan disampaikan. Pada intinya, (penggunaan senjata api oleh personel, red) secara standar operasional prosedur sudah dijalankan, kemudian pelaksanaannya juga dicek sudah sesuai prosedur," ucapnya.
Sebelumnya, pada Jumat (22/11), terjadi kasus penembakan yang dilakukan Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar yang mengakibatkan rekan seprofesinya Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan AKP Ryanto Ulil Anshar meninggal dunia. Atas perbuatannya, AKP Dadang Iskandar dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana oleh Polda Sumatera Barat. (jp)