Kemenkes Apresiasi Inovasi Pengembangan Diagnosis Mpox yang Lebih Cepat dan Akurat

Pengembangan Diagnosis Mpox Lebih Cepat dan Akurat-istimewa-

RADARCIREBON.BACAKORAN.CO - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan dukungan dan keterbukaannya terhadap perkembangan metode diagnosis Mpox yang lebih cepat dan akurat. Hal ini menanggapi pernyataan Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis (PRKPP) dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menyebut bahwa hingga saat ini belum ada tes deteksi Mpox yang benar-benar cepat dan akurat.

"Kami melihat adanya potensi untuk mengembangkan metode diagnosis yang lebih cepat, seperti menggunakan rapid test," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, sebagaimana dikutip dari laman Disway, 17 September 2024.

Siti Nadia menambahkan bahwa Kemenkes akan sangat menghargai adanya penelitian yang dapat mempercepat pengembangan metode diagnosis yang lebih efektif, seperti tes cepat antigen dan antibodi. "Kemenkes sangat mengapresiasi apabila penelitian untuk percepatan pengembangan metode pemeriksaan Mpox dilakukan," tuturnya.

Saat ini, diagnosis Mpox di Indonesia masih mengikuti pedoman dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), di mana metode yang digunakan adalah Real-Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Setelah terkonfirmasi positif, tes ini dilanjutkan dengan pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) untuk mengidentifikasi varian virus yang ada.

BACA JUGA:Pedagang Dadakan di Alun-alun Sangkala Buana Bongkar Lapak

Siti Nadia juga menegaskan bahwa Indonesia telah memiliki pedoman pencegahan dan pengendalian Mpox, yang mencakup surveilans, pemeriksaan laboratorium, tatalaksana klinis, serta strategi komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat. "Pedoman ini diadopsi dari WHO serta didukung oleh berbagai literatur ilmiah, dengan melibatkan para ahli dalam proses penyusunannya," ujarnya.

Terkait dengan tatalaksana klinis, pedoman tersebut mencakup pengobatan yang dapat diberikan kepada pasien Mpox, termasuk anak-anak, serta menjelaskan faktor risiko penularannya. Namun, Siti Nadia menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada laporan kasus penularan Mpox pada hewan di Indonesia, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat potensi tersebut.

Sebelumnya, peneliti PRKPP BRIN, Reza Yuridian Purwoko, menekankan pentingnya riset dan inovasi berkelanjutan dalam mengantisipasi penyebaran Mpox di Indonesia. Penyakit ini seringkali sulit terdeteksi karena gejalanya mirip dengan penyakit lain, seperti sakit kepala, demam, pembesaran kelenjar getah bening, serta ruam kulit yang menyerupai cacar air.

"Pengembangan tes yang lebih cepat sangat penting untuk meningkatkan diagnosis dan penanganan kasus. Selain itu, panduan pengobatan yang ada saat ini masih terbatas, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai obat antivirus, khususnya untuk kasus-kasus yang parah," ujar Reza, Rabu, 18 September 2024.

 

Tag
Share