Per Juli kemarin, hasil pemadanan data, didapat dua ribu lebih kuota. Sementara proses pemadanan sendiri membutuhkan waktu dua bulan.
“Mereka yang masih nerima, dicoret semua tuh. Kemudian dialihkan ke warga miskin yang membutuhkan,” paparnya.
Disinggung seperti apa nasib warga miskin yang sedang sakit dirawat di RS, namun tidak masuk DTKS? Edi mengaku, yang berhak menjawab adalah pemerintah daerah. Bukan Dinas Sosial.
Yang pasti tidak bisa mendapatkan pelayanan BPJS PBI. Sebab, DTKS sebagai satu-satunya data yang diakui negara.
BACA JUGA:Jumlah Siswa Baru di SMPN 3 dan SMPN 2 Majalengka Sama-sama 252 Siswa
“Silakan pemerintah daerah (pemangku kebijakan) bersama legislatif bangun kesepakatan,” tuturnya.
“Sebetulnya ada solusi lain. Dan itu hanya dibisa diberikan oleh RS Paru Sidawangi. Pasien bisa dirawat disana dengan membawa surat keterangan tidak mampu. Tapi, hanya berlaku saat itu juga. Sudah sembuh, kemudian satu bulan sakit lagi, mengajukan lagi keterangan tidak mampu dan akan langsung diproses,” tandasnya.
Edi mengungkapkan, per Juli 2024 kemarin, data BPJS PBI APBN 984.233 jiwa, padahal kuota yang diberikan dari Kemensos untuk Kabupaten Cirebon 931.338 jiwa.
“Per Juli juga kita ngusulin 11.858 PBI APBD migrasi ke APBN. Tapi, usulan bulan Juli belum bisa masuk, karena itu tadi, kita telah melebihi kuota yang telah diberikan Kemensos. Kita itu paling aktif mengusulkan migrasi pembiayaan PBI APBD ke APBN,” tuturnya.
BACA JUGA:DPRD Soroti Soal Jaminan Kesehatan UHC BPJS PBI
Edi menambahkan, menjelang akhir tahun nanti pihaknya akan membuat instrumen melakukan verifikasi dan validasi (verval) bagi penerima PBI. Sebab, PBI yang diberikan pemerintah, banyak yang tidak tepat sasaran.
Perlu diketahui, dengan tiga dinas yang terlibat dalam pemberian bantuan iuran kesehatan, lantaran semuanya saling berkaitan.
Dinkes membayarkan iuran kesehatan setelah ada verifikasi data DTKS oleh Dinas Sosial berdasarkan validasi desa. Sementara Disdukcapil untuk pemadanan data penduduk. (sam)